Senin, 02 September 2019

Esensi Menyambut Tahun Baru Islam



Esensi Menyambut Tahun Baru Islam


Oleh: Dr. Muhammad Saeful Kurniawan, S.Pd., M.Pd.I


Masa Rasulullah saw Islam hanya memiliki penanggalan dan hitungan bulan saja belum menetapkan angka tahun. Pasca wafatnya Rasulullah saw estafet kepemimpinan di ganti oleh Abu Bakar al-Shiddiq, juga penanggalan Islam masih belum mempunyai angka tahun. Pada saat Umar bin Khattab menjadi kholifah, beliau mendapatkan surat dari Abu Musa al-Asy'ari bahwa Umar menulis surat tanpa angka tahun. Lalu kemudian diadakan pertemuan terbatas dengan jajaran pemerintahan membahas tentang hal yang menjadi tranding topik saat itu yaitu mengenai angka tahun. 



Sebagian sahabat berpendapat ikut penanggalan Romawi saja, ada yang berpendapat ikut penanggalan Persia saja. Akan tetapi kedua pendapat tersebut ditolak oleh forum. Suara mayoritas sahabat Islam seyogyanya harus mempunyai penanggalan sendiri. Para sahabat terjadi silang pendapat, pendapat pertama, tahun baru Islam di mulai dari lahirnya Rasulullah saw (Maulid Nabi Muhammad saw). Kedua, tahun baru Islam di mulai dari turunnya Wahyu. Ketiga, tahun baru Islam harus di mulai dari hijrahnya Rasulullah saw. Umar bin Khotthab sebagai pimpinan sidang mendengarkan suara terbanyak (mayoritas) yaitu tahun baru Islam di mulai dari hijrahnya Rasulullah saw. dari kota Mekah menuju kota Madinah.

Penetapan bulan pun di perdebatkan. Sebagian anggota sidang menginginkan dimulai bulan Ramadhan karena termasuk bulan yang suci penuh berkah. Sebagian anggota sidang menghendaki di mulai bulan Rabiul Awal karena lahirnya Rasulullah saw. Dan sebagian anggota sidang menghendaki dimulai bulan Muharram karena di bulan tersebut umat Islam sudah menyelesaikan ibadah haji, rukun Islam nomer lima. Berdasarkan aklamasi permulaan bulan tahun baru Islam diputuskan dan di tetapkan pada bulan Muharram berjalan hingga empat belas abad.

Sekarang kita memasuki bulan Muharrom, yang berarti kita akan meninggalkan tahun yang lalu dan melangkah pada tahun baru Hijriyah.

Dalam tahun baru ini, sejatinya kita harus berusaha semaksimal mungkin untuk meningkatkan kualitas pengabdian kita kepada ALLAH SWT. Kalau tahun kemarin kita seringkali melakukan hal-hal yang di larang oleh Allah SWT maka mari kita berusaha untuk senantiasa memperbaikinya untuk menuju kesempurnaan.

Kalau bukan sekarang, lantas kapan lagi?pantaskah kita menunda waktu, padahal kita tidak tahu kehidupan kita berakhir?

Ingatlah bahwa Allah SWT tidak menjadikan hidup di dunia abadi selamanya, sebagaimana firman Allah SWT,

"Kami tidak menjadikan hidup abadi bagi seorang manusia pun sebelum kamu (Muhammad), maka jikalau kamu mati, apakah mereka akan kekal? Setiap jiwa akan merasakan kematian." (Al-Anbiya':34)

Dengan pengertian ayat diatas bahwa umur kita ada batas dan takarannya. Itu artinya umur kita setiap hari bukannya bertambah namun semakin hari semakin berkurang.

Oleh sebab itu, marilah sisa umur kita di tahun baru ini kita distribusikan untuk kemanfaatan bagi semua pihak terutama kepada orang-orang yang senantiasa menyayangi dan mencintai kita.

Nabi Muhammad SAW pernah memberikan statemennya dalam kitab Bin Hajjul Mutta'allin,

"Tanda-tanda kecelakaan itu ada empat, 1. Tidak mengingat dosa-dosa yang lalu, padahal dosa-dosa itu tersimpan disisi Allah SWT  2. Menyebut-nyebut kebaikan yang telah diperbuat, padahal siapapun tidak tahu apakah kebaikan itu diterima atau ditolak. 3. Memandang kepada orang yang lebih unggul dalam urusan properti. 4. Memandang kepada orang yang lebih rendah dalam soal agama. Allah SWT berfirman: "Aku menghendaki dia, sedang dia tidak menghendaki Aku, maka dia Aku tinggalkan."

Dalam interaksi sosial kita akan menghadapi segala problematika kehidupan, suatu ketika kita akan dihadapkan pada hal-hal yang bersifat kruasial.

Namun Allah SWT yang Maha Bijaksana tidak menghendaki hamba-hamba-Nya terjerumus pada kesesatan.

Penulis merayakan tahun baru Islam dengan melaksanakan program rihlah keluarga di tempat destinasi wisata Pasir Putih dengan mengantarkan anak mandi di pantai dan bakar ikan Karapo bersama keluarga besar, sehingga penulis membuat mereka tersenyum, namun sebelumnya menjenguk orang sakit di RSU Abdoerrahem Situbondo sesuai dengan sabda nabi Muhammad SAW ,

"Sebaik-baiknya manusia yang bermanfaat dengan orang lain."

Setelah itu, ada ibu-ibu menghampiri penulis untuk minta tolong mengurus administrasi BPJS yang diberikan oleh Pemerintah. Penulis mencoba membantunya menguruskan administrasi di ruang pendaftaran namun ada hal yang kurang yaitu foto copy kartu keluarga. Alhamdulillah, penulis bisa menyelesaikan dan membantu ibu itu, karena dia tidak mempunyai kemampuan untuk mengurusnya. Sehingga membuatnya tersenyum. Alhamdulillah, tahun baru hijriah penulis awali dengan membuat orang lain tersenyum.

Oleh karena itu, jika kita mempunyai kemampuan untuk membantu orang lain, maka segeralah berarti kita dibutuhkan orang lain, sebagaimana sabda nabi Muhammad saw,

"Sebaik-baiknya manusia adalah memenuhi kebutuhan orang lain."

Tahun baru bukanlah tahun hura-hura dan foya-foya seperti halnya perayaan tahun baru Masehi, akan tetapi tahun baru tahu muhasabah (evaluasi diri). Sebagaimana sabda nabi Muhammad saw 

" Orang yang cerdas adalah orang yang mengevaluasi dirinya sendiri dan berbuat baik untuk kehidupan sesudah mati. Sedangkan orang lemah adalah orang yang mengikuti hawa nafsunya dan berangan-angan kepada Allah.

Ada beberapa pelajaran yang bisa kita ambil dengan adannya penanggalan dan tahun baru Islam.

Pertama, kreatifitas. Ditetapkannya tahun baru Hijriyah di masa pemerintahan Umar bin Khotthab bukti bahwa para sahabat memiliki kreatifitas dan produktifitas yang belum pernah dilakukan oleh Rasullullah. Artinya tidak semua bentuk kreatifitas dilarang dan ditolak oleh Islam.

Kedua, kemandirian. Kebijakan yang di lakukan oleh sahabat untuk membuat penanggalan sendiri sebagai bentuk kemandirian, tidak selalu membebek kepada budaya dan bangsa lain.

Ketiga, kebersamaan. Di bentuknya penanggalan Islam oleh sahabat sebagai bentuk komitmennya terhadap kebersamaan. Islam menjadi agama besar karena bermula dari kebersamaan. 

Oleh karenanya, apapun yang kita kelola baik itu institusi pendidikan, sosial dan institusi lain harus membudayakan kreatifitas, kemandirian, dan kebersamaan.


Bondowoso, 1 September 2019

Sabtu, 31 Agustus 2019

KH. Qusyairi Utsman, Sang Guru Yang Majdub


KH. Qusyairi Utsman, Sang Guru Yang Majdub

Oleh: Dr. Muhammad Saeful Kurniawan, S.Pd., M.Pd.


Dalam interaksi sosial acapkali kita di suguhi istilah-istilah yang mempunyai hubungan erat (korelasi) dengan kewalian (kekasih Allah), biasanya orang yang mempunyai kelebihan diatas rata-rata (khoriqun li al-'adati) seperti tidak bisa di bacok, dilempar ke air tidak basah kuyup, dan mampu membaca pikiran orang lain yang menyebabkan orang yang melihat dan menyaksikannya terkagum-kagum serta takjub, maka mereka menyebutnya gelar "Wali".

Secara etimologi pengertian wali majdub terdiri dari dua kosakata dalam grametika Arab yaitu 'wali' dan 'majdub' dan pada definisi ini penulis mencoba menyuguhkan penjelasan masing-masing kata, yaitu;

Pertama, wali. Wali secara bahasa berasal dari kata bahasa Arab yang artinya pelindung dan kekasih.

Kedua, majdub. Majdub adalah isim ma'ul dari kata jadzba yang artinya adalah tertarik.

Artinya wali majdub merupakan salah satu tingkatan wali yang memiliki sifat jadzb. Istilah jadzb ini mungkin bagi sebagian orang yang belum mengetahui dunia ilmu tasawwuf masih sangat asing sekali. Sifat jadzb dalam kesehariannya acapkali berbeda dengan yang lain yang terkadang cenderung seperti orang kehilangan akal sehatnya. Majdub berarti tertarik, terhisap dan tenggelam dalam keasyikan pada suatu hal.

Misalnya, pengantin baru yang menikmati malam pertamanya yang sampai lupa waktu dan makan karena bersama kekasihnya dalam kamar, maka ia di namakan "Majdzubuzzaujah". Penulis juga pernah dituntut oleh promotor dengan deadline waktu tertentu agar tulisan disertasi segera selesai, penulis berusaha secara totalitas menyelesaikannya selama satu bulan setengah tanpa henti dan keluar rumah hanya mengetik dan mengedit tulisan di depan laptop karena asyik dan larut dalam penulisan disertasi. Maka penulis di sebut juga  "Majdzubul'ilmi".

Demikian juga ada komunitas orang yang lupa dengan urusan duniawi karena terlena dengan asyiknya bermesraan dengan Tuhannya, maka ia juga di sebut "Majdzuburrahman".

Imam al-Syaukani dalam karya monumental nya 'Fathu al-Qodir' memberikan statemen bahwa yang di namakan wali hamba-Nya yang senantiasa dekat dengan Allah SWT. Jadi secara terminologi wali yang bentuk pluralnya 'awliya' adalah orang-orang yang mengetahui Allah dan sifat-sifat-Nya (al-'arif billahi wa sifarihi)yang berjalan dalam ketaatan yang konstan, menghindari kekerasan dan membebaskan pikirannya dari belenggu dan lingkungan kesenangan materi dan nafsu seksual.

Merujuk definisi di atas, jika ada oknum yang mengaku wali namun prilakunya bertentangan dengan ketentuan hukum syariah misalnya, sering mengadu ayam, mengoleksi isteri tanpa tanggung jawab dan pelanggaran Syariah lainnya tentu itu bukan seorang wali namun oknum yang mengaku wali.

KH. Qusyairi Utsman adalah putera pertama KH. Utsman pendiri pondok pesantren al-Utsmani Beddian Jambesari Bondowoso dari isteri ketiga ibu Nyai Hj. Rusana. Memang, sejak kecil sosok KH. Qusyairi Utsman yang populer dengan sebutan Ra Qusyairi itu memang sudah tampil beda dengan saudara-saudaranya lain, pasalnya pada suatu hari Ra Qusyairi di cari oleh ayah (aba)nya untuk mengaji dan sholat berjamaah di masjid, namun beliau tidak kelihatan diantara putera-puteranya yang lain. Sontak saja, ayahnya marah sekali lalu kemudian di cari kemana-kemana akhirnya ketemu bersembunyi di dalam satu tempat. Tanpa pikir panjang sang ayah menyeretnya dan melemparkannya ke kolam. Ternyata, Ra Qusyairi hilang dan membuat sang ayah ketar-ketir takut terjadi sesuatu yang menimpanya. Setelah ditunggu beberapa lama, akhirnya beliau kelihatan dan tidak basah sama sekali. Nah sejak itu, ayahnya tidak terlalu ketat dan disiplin dalam mendidiknya karena beliau di ketahui mempunyai sifat kewalian dalam dirinya.

Sejauh penulis ketahui, beliau jarang pakai baju namun hanya pakai sarung saja, itupun tidak rapi seperti biasanya.

Pada suatu malam sekitar jam dua dini hari, beliau membaca sholawat sesekali memanggil nama Nabi Muhammad SAW sambil tawaf mengelilingi masjid pesantren. Tiba-tiba beliau menghampiri penulis yang sedang belajar di serambi asrama 'Taruna' sebelah selatan masjid,

"Dik, ngakungi obeng? Khuleh nginjema." artinya, Adik, punya uang? saya mau pinjam. Tanyanya. "Abdinah tak ngakungi obeng" artinya, saya tidak punya uang sama sekali. Jawab penulis penuh dengan kekhwatiran. "Oh...sanikah, mak nispah khi Mon tak andik obeng." Artinya, oh begitu, begini ya rasanya kalau tidak punya uang. Tandasnya sambil beranjak pergi dan melanjutkan bacaan sholawat dengan penuh penghayatan.

Padahal memang pada waktu itu, penulis tidak punya uang sama sekali karena terlambat kiriman.

KH. Qusyairi juga yang menggagas pertama kali merayakan Maulid Nabi Muhammad SAW. dengan menyembelih ribuan kambing dan ratusan sapi semuanya di masak dengan menu yang beraneka ragam, beliau sambil memberikan statemen,

" Merayakan hari kelahiran nabi Muhammad SAW harus totalitas". Tandasnya sambil melakukan inspeksi mendadak ke semua dapur agar semua masakan di sajikan untuk perayaan maulid tanpa harus ada sisa.

Subhanallah, animo masyarakat sangat tinggi sekali untuk menghadiri acara tersebut sampai mencapai puluhan ribu undangan yang hadir dari berbagai penjuru kota, kendatipun acaranya di mulai jam satu dini hari selesai jam empat subuh. Setelah selesai sholat subuh berjemaah dilanjutkan dengan tausiah tentang sejarah perjalanan hidup nabi Muhammad SAW mulai lahir sampai wafatnya (Sirah Nabawi).

Sebagaimana sabda nabi Muhammad SAW

"Barangsiapa yang mengagungkan dan merayakan kelahiran ku, maka kelak di hari kiamat aku akan memberikan syafaat kepadanya."

Pada kejadian yang lain, suatu hari beliau membawa mobil keluarga warna kuning di tengah perjalanan kehabisan bensin, tiba-tiba beliau mengambil air dan memasukkan ke Tanki mobil, subhanallah mobil yang ditumpanginya bisa berjalan lagi.

Imam al-Hakim berkata, karakteristik wali diantaranya,

Pertama, dengan melihatnya akan mengingatkan kepada Allah SWT.

Kedua, mempunyai argumentasi yang benar (Haq) sehingga tidak seorangpun yang bisa menunjukkannya.

Ketiga, mempunyai firasat ilahi.

Keempat, mempunyai ilham.

Kelima, barangsiapa yang menyakitinya maka Allah yang akan membalasnya.

Keenam, doanya selalu di ijabah oleh Allah SWT.

Ketujuh, selalu melakukan kebaikan kepada orang lain. Artinya tidak saja menjadi orang baik (Sholih) tetapi juga mempunyai kontribusi kepada orang lain (Sholih sosial).

Penulis mendapatkan informasi dari kandidat doktor Kholid Batsal, ia menuturkan,

"Saya melihat orang tidak pakai baju secara rutin membagi-bagikan beras kepada fakir miskin di masjid agung at-Taqwa Bondowoso, setelah saya tanyakan ternyata beliau adalah KH. Qusyairi Utsman pengasuh pondok pesantren al-Utsmani Beddian Bondowoso." Tandasnya dikediamannya. Setiap panen beliau menyisihkan berapa kwintal beras untuk di bagikan dan disalurkan kepada warga sekitar yang tidak mampu.

Artinya wali Allah SWT itu berbagi kepada orang lain, bukan mengeksploitasi milik orang lain untuk kebutuhan dirinya.

Di samping itu, wali itu acapkali menutupi kesholihannya dengan tidak memakai baju dan berprilaku seperti orang gila, sebagaimana sabda nabi Muhammad SAW ;

" Barangkali orang yang berpakaian rombeng dan Kumal yang di usir-usir di pintu-pintu rumah itu, bila bersumpah dan berdoa kepada Allah SWT Dia segera mengabulkannya." (HR.Muslim)

KH. Qusyairi Utsman, jarang memakai baju dan sering nongkrong di penjual bakso depan pesantren sehingga orang yang tidak mengenalnya menyangka orang gila. Hemat penulis, mungkin tujuannya agar tidak di agung-agungkan oleh orang lain untuk menyembunyikan kewaliannya.

Penulis baru mengerti mengapa KH.Qusyairi Utsman selama ini tidak mau menerima tamu dan menerima sedekah (cabisan) setidaknya ada dua alasan,

Pertama, beliau ingin menyembunyikan ke waliannya, pasalnya setiap ada tamu yang menemuinya beliau langsung menjerit karena bisa melihat aib dan dosanya.

Kedua, tidak mau membebani orang lain dengan memberikan sedekah (cabisan)kepada beliau, pasalnya mereka lebih butuh dari beliau. Berbeda dengan yang lain acapkali cabisan dijadikan mata pencaharian sehari-hari karena tidak punya skill untuk mencari Riski yang lain.

Semoga dengan adanya tulisan sederhana diatas kita mampu menyikapi dengan bijak terhadap orang yang berbeda dengan yang lain bisa jadi orang yang bersangkutan termasuk kekasih Allah SWT (Min awliyaillahi).


Bondowoso, 31 Agustus 2019

KH. Utsman, Sang Singa Pesantren.


KH. Utsman, Sang Singa Pesantren.

Oleh: Dr. Muhammad Saeful Kurniawan, S.Pd., M.Pd.I


Dusun Beddian awalnya hutan belantara yang dihuni binatang-binatang buas, yang membentang dari gunung Raung. Hutan belantara tersebut dikenal sangat angker dan menyeramkan, karena disamping dihuni oleh binatang buas, juga dihuni oleh mahluk halus atau dedemit. Pada saat itu, warga tidak ada yang berani memasuki hutan tersebut.

Pada tahun 1934 Masehi,  Masudin yang populer dengan sebutan KH. Utsman bin Jumadi setelah pulang dari rihlah ilmiahnya yang dibantu oleh adik-adiknya, KH. Umar dan KH. Mawardi serta santri-santri yang menyertainya dari pesantren al-Wafa Tempurejo Jember, membabat dan merambah hutan tersebut untuk didirikan sebuah pesantren dan perkampungan.

Upaya Masudin akhirnya terwujud dengan berdirinya pesantren kecil yang terdiri dari beberapa gubuk saja yang difungsikan sebagai rumah, musholla, asrama, dan padepokan pencak silat.

Sejak tahun 1934 masehi, pesantren kecil tersebut mulai ada perubahan dan perkembangan pasalnya santrinya berdatangan dari segala penjuru Nusantara. Oleh sebab itu, tahun tersebut ditetapkan sebagai tahun berdirinya pondok pesantren al-Utsmani.

Kemudian hutan tersebut disulap menjadi areal pertanian seperti ladang, kebun, dan tanah produktif lainya. Sehingga mempunyai implikasi positif bagi warga sekitar yang menjadi mediasi hubungan harmonis antara KH. Utsman dan penduduk sekitar serta saling berpartisipasi (simbiosis mutualisme) dalam pengembangan daerah tersebut.

KH.Utsman, disamping mengajarkan ilmu agama, beliau pun mengajar dan melatih para pemuda desa ilmu bela diri dalam rangka bekal menghadapi penjajah Belanda, sehingga lambat laun nama Masudin cepat terkenal hingga keluar daerah, dalam waktu singkat jumlah (kuantitas) santri semakin hari semakin bertambah.

Pada masa perjuangan kemerdekaan Indonesia, pondok pesantren al-Utsmani tidak hanya fokus kepada pengembangan institusi pendidikan saja, akan tetapi juga berkonsentrasi memberikan pelatihan bela diri kepada tunas mudanya dalam melawan penjajah Belanda sehingga pondok pesantren al-Utsmani menjadi sentral dan markas penyusunan strategi melawan penjajah Belanda dan Jepang.

Masudin kecil lahir di dusun Beddian pada tahun 1895 Masehi, setelah tumbuh remaja, orang tuanya mengirim ke dusun Dekon Kejawan untuk belajar ilmu agama. Setelah itu, beliau melanjutkan studi ilmiahnya di pesantren Banyuanyar Madura sambil menemani putera KH. Abdul Muin.

Berselang kemudian, Masudin melanjutkan studinya di pesantren Sidogiri Pasuruan yang diasuh oleh KH. Nawawie sesekali sambil tabarrukan di pondok pesantren Buduran Panji Sidoarjo yang diasuh oleh KH. Khozin.

Di pondok pesantren Sidogiri Masudin menjadi khodam yang tugas utamanya mengisi air dikamar mandi seluruh pesantren. Kendati demikian, Masudin juga fokus dan rajin belajar kitab-kitab mu'tabarah selama sebelas bulan tanpa henti dan tanpa keluar kamar (uzlah). Pantas, jika ada masalah (muskilah) hukum, pengasuh pesantren Sidogiri mempercayakan kepada Masudin untuk menjawabnya.

Penulis diceritakan oleh salah seorang dari Koncer Darul Aman bapak Soebahar yang menjadi kepercayaan alm. KH.Muis Turmudzi,

"Saya di Suruh oleh kyai Muis mengantarkan sepucuk surat dari Mekah untuk KH. Utsman" tandasnya. "Isinya tentang apa" tanya penulis penasaran. "Tidak tahu juga, namun setelah surat tersebut saya serahkan kepada KH. Utsman, beliau menjerit histeris" jawabnya.

Pada tahun 1930 Masehi beliau mendampingi putera guru KH. Abdul Aziz yang populer dengan sebutan KH.Ali Wafa putera sulung KH. Abdul Hamid bin Ishaq berpetualang dan mendirikan pondok pesantren al-Wafa Tempurejo Jember. Disana KH. Utsman dengan tulusnya mendampingi perjuangan gurunya dari berbagai aral melintang yang menghambat jihad ilmunya. Pada suatu hari, penulis mendapatkan informasi tentang keberanian KH. Utsman dari teman dekatnya yang bernama KH. Abdul Azis Pekalangan Bondowoso.

"Dulu Tempurejo, sering diganggu oleh nenek sihir yang menjelma macan jadi-jadian ketika malam hari, ia kerap kali mengganggu ketenangan santri, namun ketika dipanggilkan nama "KH. Utsman" nenek sihir tersebut ketakutan dan lari tunggang langgang." Tandasnya dengan penuh keseriusan. Sejak kejadian itu, KH. Utsman di juluki Singa Pesantren oleh rekan-rekannya.

Pada waktu yang lain, penulis mendapatkan cerita dari santri kesayangannya alm. KH. Abdurrahman Pringgodani,

"KH.Utsman, pernah bersilaturahim ke bapak saya di Pringgodani Jember kebetulan yang mendampinginya saya sendiri, jam sudah menunjukkan jam 5 sore, kyai bilang, 'ayo kita pulang saja, usahakan sholat Maghrib berjamaah di pondok saja, ikuti saya dari belakang tidak boleh tolah-toleh ya...'subhanallah, kami berdua tiba di pondok menjelang adzan sholat maghrib padahal, menurut hitungan akal, perjalanan dari  Pringgodani menuju pondok pesantren al-Utmani Beddian akan memakan waktu kurang lebih 4-5 jam perjalanan karena kita berjalan kaki."Terangnya sambil menyuguhkan secangkir kopi kepada penulis di kediamannya. Artinya, beliau bisa melipat waktu dengan cepat tanpa bisa di nalar oleh rasio orang kebanyakan, karena hal itu memang anugerah khusus dari Allah SWT. kepada hamba-Nya yang Sholih (Hadza min Fadli Rabbiy).

Penulis juga diceritakan oleh mbah Mun salah satu tokoh di Prajekan,

"KH. Utsman, pernah di undang ngisi pengajian di daerah Prajekan, tiba-tiba lokasi pengajian tersebut dilempari batu oleh orang tidak dikenal. Kyai Utsman meminta jamaah jangan panik, dan minta jamaah baca surat alfatihah satu kali, nanti kalau ada yang jerit-jerit berarti ia pelakunya." Terangnya dirumah penulis. "Tiba-tiba ada orang tergopoh-gopoh sambil menjerit histeris minta maaf" lanjutnya.

Hikmah dari tulisan diatas bisa menjadi referensi bagi para pembaca Budiman terutama para santrinya, agar tidak patah semangat mencari ilmu sebagai mana sabda Nabi Muhammad SAW.

"Tuntutlah ilmu, mulai dari buaian ibu sampai masuk ke liang lahat."

Ilmu didapat dengan jerih payah bukan diperoleh dari garis keturunan secara gratis. Ilmu butuh kesungguhan dan ketekunan, sebagaimana yang dikatakan oleh ahli hikmah,

"Al-Ilmu bi al-ta'ab, laa bi al-nasab."

Artinya, ilmu itu bisa diperoleh dengan usaha maksimal, bukan diperoleh dari garis keturunan.


Bondowoso, 31 Agustus 2019

Kamis, 29 Agustus 2019

Pengantin Al-Qur'an




Esensi Pengantin dalam Al-Qur'an

Oleh: Dr. Saeful Kurniawan, S.Pd., M.Pd.I

Pernikahan adalah fitrah manusia. Keterikatan dua insan yang berbeda yaitu antara laki-laki dan perempuan, merupakan kebutuhan dasar setiap orang yang bersifat naluriah. Bahkan lebih dari itu, ia bisa juga menjadi kebutuhan bagi kesempurnaan hidup manusia.

Dalam perspektif Islam, pernikahan merupakan sunnah nabi Muhammad saw. dan anjuran bagi mereka yang sudah mampu menjalaninya. Allah SWT. memerintahkan kepada semua orang tua untuk mendukung dan menghalang-halangi pernikan putera-puterinya, dan jangan terlalu mempertimbangkan soal properti dan materi calon pasangannya. Namun, pada saat yang sama Allah SWT. memerintahkan mereka juga yang ingin menikah, akan tetapi masih belum mempunyai kemampuan material, untuk menahan diri dan memelihara kesuciannya.

Rasulullah saw. menganjurkan kalangan millenial untuk menikah dengan syarat telah memiliki kemampuan

"Wahai para pemuda, siapa diantara kalian yang telah mampu menikah hendaklah menikahlah, karena yang demikian itu lebih menjaga mata untuk tidak liar dan lebih memelihara kemaluan, dan siapa yang belum mampu menikah , maka hendaklah ia berpuasa (menahan. diri) Ä·arena yang demikian itu benteng  baginya."(HR.Bukhari Muslim melalui 'Alqamah ra.)

Penulis diundang acara pernikahan di dusun Bedddian dan diberi waktu untuk menyampaikan sekapur sirih kata sambutan dalam acara tersebut, dan yang bertindak sebagai master of cerimony ananda Arif billah, S.Pd. dalam prolog tersebut memberikan statemen sebagai berikut,  yaitu:

"Kedua mempelai mengemis doa barokah para undangan semua, agar menjadi pernikahan ASMARA (assakinah wa mawaddah wa rahmah)."

Pertama, sakinah adalah ketenteraman jiwa setelah merajut cinta suci dalam bingkai pernikahan.

Kedua, mawaddah adalah kelapangan dada dari kekosongan jiwa dari kehendak buruk.

Ketiga, rahmah adalah kondisi psikologis yang muncul di dalam hati akibat menyaksikan ketidakberdayaan, sehingga mendorong yang bersangkutan untuk melakukan pemberdayaan (empowering).





Dalam pernikahan tersebut yang memberikan hikmah pernikahan (religi injektion)  adalah pengasuh pondok pesantren al-Utsmani Beddian KH. Ghazali Utsman, dalam pidatonya beliau menyampaikan statemennya sebagai berikut:

" Pernikahan itu bisa dianalogikan seperti bahtera yang berlayar di lautan, awalnya sangat indah sekali panoramanya yang meliputi hamparan lautan dan pemandangan pegunungan yang menjulang. Namun, ketika bahtera mulai bergerak menuju lautan lepas, maka akan diterpa badai gelombang yang tinggi, kabut yang menggumpal, ombak yang membumbung tinggi. Oleh karena itu, nahkoda perlu strategi jitu dalam menghadapi segala kemungkinan yang terjadi sehingga bisa sampai ke pulau harapan dengan selamat."

Artinya, dalam pernikahan itu ada beberapa fase, pertama fase madu. Semua terasa indah bahkan kentutpun beraroma bak harumnya nangka.
Kedua fase gula, semuanya terasa manis namun, tidak semanis madu.
Ketiga fase cuka, semuanya terasa kecut, apa-apa yang dilakukan oleh keduanya kalau tidak disikapi dengan baik akan bisa menimbulkan riak-riak perselisihan dan pertengkaran.

Maka dalam konteks tersebut, KH. Ghazali memberikan beberapa solusi dan altenatif (azimat) agar pernikahannya menjadi pernikahan yang barokah dan qur'ani.

Pertama, membudaykan membaca al-qur'an kendatipun hanya satu ayat setiap hari menjelang tidur malam. Hal ini, sesuai dengan firman Allah SWT.

"Maka bacalah ayat yang mudah dari al-qur'an."

ini juga diperkuat oleh sabda nabi Muhammad saw.

"Hiasi rumah kalian dengan bacaan al-qur'an."

Kedua, senantiasa beristighfar (minta ampun kepada Allah) agar rumah tangganya diberikan keberkahan oleh Allah. Sebagaimana firman Allah,

"Dan hendaklah kamu memohon ampunan kepada Tuhanmu dan bertobat kepada-Nya, niscaya Dia akan memberikan kenikmatan yang baik kepadamu sampai waktu yang telah ditentukan."(QS. Hud:3).

Imam as-Suyuthi dalam kitab tafsirnya al-Bayan halaman 221, yang penulis baca mengatakan, orang yang senantiasa beristighfar akan diberikan kehidupan yang sempurna didunia sampai akhir hayatnya.

Diperkuat oleh sabda nabi Muhammad saw,

"Barangsiapa yang tidak pernah membasahi bibirnya dengan istighfar dua kali setiap hari, maka ia sungguh sudah menganiaya (dhalim) kepada dirinya sendiri.

Ketiga, senantiasa membaca sholawat kepada Nabi Muhammad saw. niscaya kehidupannya akan diberikan kemudahan oleh Allah SWT. Sebagaimana sabdanya dalam kitab khazitu al-Asrari yang penulis telaah,

"Barangsiapa yang memperbanyak sholawat kepadaku, niscaya Allah akan menganugerahi kekayaan (ghinaa) yang tidak akan pernah jatuh miskin setelahnya."

Jadi, agar senantiasa pernikahan kita mendapatkan maunah dan inayah serta ridho Allah SWT maka seyogyanya dibangun atas dasar qur'ani.

Bondowoso, 17 Agustus 2019

Mencari Kebahagian, Dengan Membagiakan Orang lain



Mencari Kebahagian,  Dengan Membagiakan Orang lain

Oleh: Dr. Saeful Kurniawan, S.Pd., M.Pd.

Dalam kitab suci al-Qur'an termaktub kosakata yang tepat sekali dalam menggambarkan kebahagian adalah aflaha. Kata tersebut acapkali diawali 'Qad' (yang memiliki arti 'sungguh') sehingga tersusun frase qad aflaha atau sungguh telah berbahagia. Aflaha  adalah fiil madhi mazid dengan tambahan hamzah qotho' yang menjadi kata turunan 'falaha'.

Bagi penulis, perincian makna falah tersebut merupakan komponen-komponen kebahagian. Kebahagian bukan hanya ketenteraman dan kenyamanan saja. Kenyamanan suatu saat saja tidak akan melahirkan kebahagian. Mencapai segala yang ia inginkan tidak mesti menggapai kebahagian. Dan segala asesoris kebendaan tidak paralel dengan kebahagiaan.

Penulis punya murid yang boleh dibilang sukses, pasalnya ia pernah kuliah di Paris Perancis jurusan perminyakan. Setelah ia lulus langsung dikontrak oleh perusahaan kepunyaannya negara Perancis dengan bayaran lima ratus juta rupiah lebih perbulan yang menurut ukuran rata-rata lebih dari cukup untuk memenuhi kebutuhannya. Tapi, apa semua properti yang dimiliki bisa membawa kebahagiaan bagi dirinya? jawabnya belum tentu. Pasalnya, ia punya isteri yang selalu membangkang terhadap titahnya, bahkan kepada orang tuanya sehingga membuat hubungan keduanya tidak harmonis.

Pada suatu hari, ia dikhianati oleh isteri tercintanya yang selingkuh dengan pemuda idaman lain (PIL) asal pulau garam Madura sehingga terjadi perceraian.

Ingatkah kita bahwa setiap hari, paling tidak sepuluh kali, muadzin di seluruh dunia Islam menyeru dan meneriakkan 'hayya 'ala al-falah'. Jadi, suara muadzin itu sudah cukup menjadi bukti bahwa agama Islam memanggil umatnya setiap saat untuk meraih kebahagiaan.

Penulis kutipkan ayat-ayat yang memuat kalimat tersebut.

Pertama, Bertaqwalah kepada Allah agar kalian berbahagia. (QS.2.189).

Kedua, Wahai orang-orang yang beriman janganlah kalian makan riba yang berlipat-lipat. Bertakwalah kepada Allah SWT agar kalian bahagia. (QS.3.130).

Ketiga, kenanglah anugerah Allah agar kalian bahagia (QS.7:69).

Keempat, Apabila selesai melaksanakan sholat, menyebarlah dipenjuru bumi. Carilah anugerah Allah dan banyaklah ingat kepada Allah agar kalian bahagia. (QS.62:10).

Ayat-ayat diatas tidak saja menunjukkan bahwa tujuan akhir dari semua perintah Tuhan dan nabi-Nya adalah supaya kalian berbahagia, tetapi juga perincian perbuatan yang bisa membawa kita kebahagian. Di dalam beberapa hadits, membahagiakan orang lain dipandang sebagai amal saleh yang sangat mulia di hadapan Allah SWT.

Penulis kedatangan tamu dari Wringin arak-arak, ia di vonis oleh dokter terkena penyakit batu empedu yang harus di operasi. Namun, sebelum di operasi ia dibawa kepada orang pintar, ia disarankan tidak usah di operasi karena penyakit tersebut bukan termasuk penyakit medis, melainkan penyakit non medis alias terkena sihir. Ia beserta keluarga kerumah penulis untuk di ruqyah namun demikian ia hanya sedikit reaksi, sehingga penulis mengambil kesimpulan penyakitnya adalah medis. Setelah diruqyah, ia penulis anjurkan untuk memakai terapi air hujan sesuai sabda nabi Muhammad saw di dalam kitab khazinatu al-asrari karya imam Haqqi al-Nazili, riwayat Umar bin Khottab ra.

"Barangsiapa yang mengambil air hujan dan dibacakan surah al-fatiha 70 kali, ayat kursi 70 kali, al-Ikhlas 70 kali, al-Falaq 70 kali, dan al-Nas 70 kali. Demi Allah, yang jiwaku ada ada dalam genggaman-Nya, sesungguhnya Jibril datang kepadaku dan memberitahuku, bahwa barang siapa yang minum air tersebut selama tujuh hari berturut-turut menjelang tidur dan bangun tidur, maka Allah SWT akan menghilangkan segala macam penyakitnya, akan menyembuhkan penyakitnya, dan mengangkat penyakitnya yang ada dalam syarafnya, dagingnya, darahnya, tulang belulangnya, dan dari seluruh anggota tubuhnya."

Subhanallah wa alhamdulillah, puterinya yang bernama Melisa kemarin menelfon penulis dan ia mengatakan,

"Assalamualaikum ust., terima kasih. Alhamdulillah berdasarkan hasil lab. ibu saya negatif dari penyakit batu ginjal." tutur puterinya. "alhamdulillah, syafahallah..." jawab penulis. Sungguh menjadi kebahagiaan tersendiri, manakala kita bisa membantu orang lain sesuai dengan kemampuan kita masing-masing.

Penulis juga punya program masak bareng bersama fakir miskin dan orang-orang yang sangat membutuhkan uluran tangan kita, mulai dari desa Prajekan sendiri, Sumberanom, Tarum, Cangkring dan desa-desa yang lain.

Oleh karena itu, ternyata kebahagiaan itu tidak bisa didapatkan ketika kita mendapatkan sesuatu dari orang lain, justeru kebahagian yang sangat besar kita dapatkan, manakala kita bisa memberi dan berbagi dengan orang lain.

Bondowoso, 18 Agustus 2019

Kamis, 15 Agustus 2019

Membangun Kepribadian Unggul, (Personal Excellent)



Membangun Kepribadian Unggul, (Personal Excellent)


Oleh: Dr. Saeful Kurniawan, S.Pd., M.Pd.I


Ketika berbicara pribadi unggul (personal excellent) di negara Cina harus memenuhi tiga kriteria, pertama Shio, artinya ia harus punya umur panjang. Kedua, lok artinya ia harus punya kekuasaan yang tinggi. Keempat, hok artinya ia harus kaya.

Berbeda di Cina, Amerika Serikat mengenal menjadi pribadi yang unggul, manakala ia memenuhi bebetapa syarat yang diistilahkan 3P. P pertama ia harus punya power (kekuatan). P kedua ia harus position (posisi) seperti menjadi manajer dan CEO (Chief Executive Officer) dalam sebuah perusahaan. Dan P ketiga ia harus punya properti artinya mempunya finansial yang memadai.

Di Indonesia lain lagi, orang akan dianggap punya pribadi unggul manakala ia memiliki 3TA. Harta, Tahta, dan Wanita.

Sebagai rasa syukur kita atas anugerah Allah SWT. kepada kita, maka harus melakukan yang namanya the best appearance (penampilan terbaik).Penulis sebagai dosen di STAI di wajibkan oleh pihak kampus memakai baju hem, celana gelap, sepatu, kopyah hitam, dan memakai dasi yang tujuannya disamping bersyukur atas nikmat-Nya juga, memberika kesan yang positif (how to give the first positive impresion).

Tidak cukup hanya penampilannya saja, namun personal excellent diharapkan mempunyai ahsanu qaulan (kata-kata terbaik) atau good statemen.

Sebagaimana sabda nabi Muhammad saw.,

"Barangsiapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir, hendaklah ia berkata baik atau lebih baik diam."

Kendati demikian, itu semua masih belum layak dikatakan  berkepribadian unggul manakala masih belum mempunyai sikap terbaik (the best attitude). Ini erat kaitannya dengan akhlak. Sebagaimana sabda Nabi Muhammad saw.,

"Saya diutus hanya untuk menyempurnakan kemulian akhlak."

The best attitude itu ada dua indikator, pertama mempunyai positif thingking, artinya punya sikap husnu dzon terhadap sesuatu hal yang terjadi. Penulis kemarin menghadiri pembentukan dan pelantikan panitia pilkades Prajekan Lor namun, tidak terjadi dilantik karena ada beberapa regulasi perekrutan yang belum dipenuhi, penulis merasa enjoy saja hemat penulis mungkin ini skenario Tuhan yang terbaik seandainya terjadi dilantik tidak baik bagi diri penulis.

Kedua, mempunyai sikap pro aktif. Puteri pertama penulis yang bernama Aghisna Najwa Salsabila ditunjuk peserta gerak jalan mewakili sekolahnya untuk dikirim ke kabupaten Bondowoso. Sebagai bentuk pro aktif penulis, semua perlengkapan asesoris kebutuhan lomba gerak jalan penulis penuhi, mulai beli baju seragam, sepatu, topi dan ikat pinggang yang bertuliskan SDN.

Pribadi unggul juga membutuhkan ahsanu amala (The Quality of Action) dan mempunyai prestasi terbaik (The Best Achiement). Artinya pribadi unggul dituntut melakukan suatu pekerjaan outstanding result maksudnya pekerjaan diatas rata-rata.

Tahaddusan bi al-nikmah, sekedar contoh penulis ketika kuliah magister di Universitas Ibrahimy (UNIB) Sukorejo alhamdulillah menjadi wisudawan terbaik dengan yudisium cumlaude. Demikian pula ketika penulis melanjutkan program doktor di pascasarjana Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim (UIN Maliki) Malang dikukuhkan lulus yudisium cumlaude ketika usai ujian promosi doktor oleh ketua sidang Prof. Dr. H. Syamsul Hadi, M.Pd. sambil menyerahkan sertifikat kelulusan kepada penulis.

Selain dari itu, pada tahun 2000 penulis menjadi guru tugas Pesantren al-Utsmani Beddian sebagai syarat kelulusan di Madrasah Diniah al-Hidayah Maskuning Wetan 03 Pujer Bondowoso. Penulis tidak hanya bertugas menjadi pengajar an sich, namun juga dipercaya menjadi penceramah, mc, pembuat akta tanah, pembuat akta kelahiran, pembuat sertifikat tanah, ketua rombongan, dan terakhir dipercaya mendirikan dan menjadi ketua yayasan al-Hidayah yang sudah punya akta notaris, STP Gubernur Jawa Timur. Kendatipun setajatinya tupoksi (tugas pokok dan fungsinya) adalah sebagai guru namun ditengah perjalanan dibutuhkan menjadi beragam profesi yang multi talenta. Tidak heran, jika waktu tugas berakhir penulis diantar pulang sebanya lima ratus orang dan diarak dengan bacaan sholat yang memakai sound system.

Diakhir paragraf ini, penulis hanya ingin menyampaikan closing statemen mudah-mudahan menjadi aset dalam menghadapi problematika hidup.

"You altitude does not depent on your aptitude, but depend on your attitude, so you can make magnitute." Artinya, ketinggian harga diri Anda tidak ditentukan oleh bakat, posisi, jabatan, dan harta anda, tapi terletak pada sikap Anda. Sehingga dengan sikap tersebut, mampu membuat suatu magnitute, perubahan-perubahan yang bermakna dalam kehidupan.


Bondowoso, 12 Agustus 2019

Membangun Keluarga Unggul (Family Excellent)



Membangun Keluarga Unggul, (Family Excellent)

Oleh: Dr. Saeful Kurniawan, S.Pd., M.Pd.I

Prosesi pernikahan penulis dengan isteri melalui ta'aruf (perkenalan) yang di mediasi oleh salah seorang teman yang berlokasi di SDN Pagungan Pujer depan kantor kecamatan. Sebelum proses ta'aruf dilalukan terlebih dahulu kita mengirim biodata masing-masing dengan tulisan data yang sangat lengkap sekali. Artinya, pernikahan kami berdua tidak diawali dengan pacaran atau TTM (teman tapi mesra).

Ketika penulis masih single, belum  berkeinginan menjadi seorang presiden rumah tangga. Hal terpenting yang tertanam dalam benak penulis bukan mempertanyakan seperti sosok siapa calon pendamping penulis, tapi yang penulis pikirkan pertama kali adalah model dan gaya rumah tangga apa yang kita terapkan dimasa depan.

Melalui kesempatan ini, penulis mengajak untuk menerapkan sebuah paradigma baru dengan memulai dengan akhir. Akhir itu adalah harapan dan tujuan dengan istilah dream island (pulau impian).



Dalam pernikahan itu ada beberapa model yang diterapkan,

Pertama, model rumah tangga gaya hotel. Tempat transit, ia bukan tempat tinggal untuk menetap  dalam waktu yang lama. Penulis punya sahabat berprofesi kepala sekolah disalah satu pendidikan swasta di Bondowoso yang sudah menikah. Ia etos kerjanya tinggi sekali pergi jam enam pagi pulang jam sepuluh malam, artinya rumah hanya sebagai tempat untuk menginap, merebahkan diri, makan dan pipis di rumah yang populer disebut 3UR: dapur, kasur, dan sumur. Sehingga isterinya merasa tidak kuat akhirnya ia digugat cerai.

Kedua, model rumah tangga gaya hospital (rumah sakit) rumah tangga yang dibangun atas dasar politik balas jaza. Masing-masing merasa lebih, sehingga tidak akan pernah ketemu dan bersinergi. Suami merasa berjasa kepada isterinya, begitupun sebaliknya.

Penulis punya anggota pengajian di selatan pasar Wonosari, ia sering pulang kerumahnya karena diusir oleh isterinya, pasalnya waktu menikah ia tidak membawa rumah. Astaghfirullah.....

Ketiga, model rumah tangga gaya pasar. Di pasar ada penjual dan pembeli. Pembeli ingin membeli barang semurah mungkin dan penjual ingin menjual barang semahal mungkin. Sipembeli berkata:
"Pokoknya harganya sekian." tawarnya. Sementara si penjual berkata:

"Pokonya harganya sekian.Mau silahkan, tidak mau tidak apa-apa." tandasnya.  Dua-duanya pakai kata pokok. Susah. Tidak ada koma, masing-masing menggunakan titik.

Begitupun dalam rumah tangga, kalau suami mengatakan pokoknya dan isteri menggunakan kata pokoknya, dua-duanya tidak memakai koma, masing-masing pakai titik, maka tidak akan ada lagi kesepakatan.



Penulis punya tetangga di Koncer Kidul, keduanya nyaris terjadi perceraian permanen. Perceraian pertama dipicu masalah sepele sebetulnya, namun dua-duanya pakai titik, akhirnya berakhir perceraian di pengadilan agama, kendatipun keduanya sudah rujuk kembali.

Keempat, model rumah tangga gaya Grave (kuburan).Suasana kuburan biasanya sunyi mencekam, senyap tidak ada suara. Begitupun rumah tangga, sudah puluhan tahun menikah tidak pernah komunikasi, tidak pernah ada kata-kata. Suami isteri tidak pernak bertegur sapa. No communication, no words.

Penulis punya sahabat di Tegal Pasir bertahun-tahun keduanya menikah tidak ada komunikasi dan canda tawa. Sehingga ketika ada persoalan keluarga penulis yang diminta oleh keluarga besarnya untuk menjadi mediator agar rujuk kembali. Alhamdulillah, penulis sudah dua kali mengishlahkan keduanya yang nyaris dua kali akan terjadi perceraian karena keduanya sudah dua kali pisah ranjang.

Kelima, model rumah tangga gaya sekolah (school). Model ini ditandai dengan 3A. Asah, asih, asuh.

Penulis sangat beruntung sekali punya iateri yang sangat mendukung terhadap pendidikan dan karir penulis. Bagaimana tidak? ia bertahun-tahun sabar dan mendukung penulis untuk lanjut studi mulai dari strata satu (S1) di Universitas Wisnuwardhana (UNIDHA) Malang, strata dua (S2) di pascasarjana Universitas Ibrahimy (UNIB) Sukorejo, dan strata tiga (S3) program doktor di pascasarjana Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim (UIN Maliki) Malang. Kurang lebih 10 tahun ia sering ditinggal untuk kuliah di luar kota dan iapun rela jatah belanjanya dikurangi untuk biaya kuliah untuk meraih masa depan yang cemerlang.



Penulis sangat beruntung sekali punya isteri karena ia bisa jadi partner dalam penulisan Disertasi sehingga selesai. Sehingga dalam keluarga kami tidak ada istilah DKI (Di Bawah Ketiak Isteri) atau ISTI (Ikatan Suami Takut Isteri).

Penulis berusaha mengadakan program rihlah keluarga agar terjadi komunikasi yang saling asah, asih, dan asuh sehingga terjadi pertukaran  wawasan, sharing knowledge, dan sharing experience.

Dan keenam, model rumah tangga gaya masjid. Karena masjid model rumah tangga asmara (sakinah mawaddah warahmah). Untuk menjadi model rumah tangga gaya masjid, ada empat hal yang harus diperhatikan,

Pertama, ketulusan (sincerity). keluarga yang dibangun atas dasar ketulusan.

Kedua, Imam dan makmum. Alangkah indahnya jika suami bertindak menjadi imam dan isteri serta anak-anaknya menjadi makmum saling membangun ritme kebersamaan.

Ketiga, loyalitas. Kesetian mutlak harus dimiliki oleh keduanya untuk memperoleh keluarga asmara.

Keempat, sholat diakhiri dengan salam. Ucapan "Assalamu'alaikum" adalah menebarkan kedamaian, ketenangan dan keselamatan.

Kesimpulan dari tulisan diatas, untuk menjadi keluarga unggul, pertama tentukan akhir dalam rumah tangga Anda. Tentukan model rumah tangga Anda. Bangun komitmen bersama untuk meraih keluarga unggul. Seperti yang disabdakan Nabi Muhammad saw.:

" Barangsiapa yang hari ini lebih baik dari yang terdahulu, maka ia termasuk orang sukses."

Saya yakin Anda ingin sukses, saya pun juga ingin sukses. Untuk menjadi sukses, mari kita sama-sama belajar untuk mengevaluasi diri agar hari ini lebih baik daripada hari kemarin.


Bondowoso, 15 Agustus 2019.

Esensi Menyambut Tahun Baru Islam

Esensi Menyambut Tahun Baru Islam Oleh: Dr. Muhammad Saeful Kurniawan, S.Pd., M.Pd.I Masa Rasulullah saw Islam hanya memi...