KH. Qusyairi Utsman, Sang Guru Yang Majdub
Oleh: Dr. Muhammad Saeful Kurniawan, S.Pd., M.Pd.
Dalam interaksi sosial acapkali kita di suguhi istilah-istilah yang mempunyai hubungan erat (korelasi) dengan kewalian (kekasih Allah), biasanya orang yang mempunyai kelebihan diatas rata-rata (khoriqun li al-'adati) seperti tidak bisa di bacok, dilempar ke air tidak basah kuyup, dan mampu membaca pikiran orang lain yang menyebabkan orang yang melihat dan menyaksikannya terkagum-kagum serta takjub, maka mereka menyebutnya gelar "Wali".
Secara etimologi pengertian wali majdub terdiri dari dua kosakata dalam grametika Arab yaitu 'wali' dan 'majdub' dan pada definisi ini penulis mencoba menyuguhkan penjelasan masing-masing kata, yaitu;
Pertama, wali. Wali secara bahasa berasal dari kata bahasa Arab yang artinya pelindung dan kekasih.
Kedua, majdub. Majdub adalah isim ma'ul dari kata jadzba yang artinya adalah tertarik.
Artinya wali majdub merupakan salah satu tingkatan wali yang memiliki sifat jadzb. Istilah jadzb ini mungkin bagi sebagian orang yang belum mengetahui dunia ilmu tasawwuf masih sangat asing sekali. Sifat jadzb dalam kesehariannya acapkali berbeda dengan yang lain yang terkadang cenderung seperti orang kehilangan akal sehatnya. Majdub berarti tertarik, terhisap dan tenggelam dalam keasyikan pada suatu hal.
Misalnya, pengantin baru yang menikmati malam pertamanya yang sampai lupa waktu dan makan karena bersama kekasihnya dalam kamar, maka ia di namakan "Majdzubuzzaujah". Penulis juga pernah dituntut oleh promotor dengan deadline waktu tertentu agar tulisan disertasi segera selesai, penulis berusaha secara totalitas menyelesaikannya selama satu bulan setengah tanpa henti dan keluar rumah hanya mengetik dan mengedit tulisan di depan laptop karena asyik dan larut dalam penulisan disertasi. Maka penulis di sebut juga "Majdzubul'ilmi".
Demikian juga ada komunitas orang yang lupa dengan urusan duniawi karena terlena dengan asyiknya bermesraan dengan Tuhannya, maka ia juga di sebut "Majdzuburrahman".
Imam al-Syaukani dalam karya monumental nya 'Fathu al-Qodir' memberikan statemen bahwa yang di namakan wali hamba-Nya yang senantiasa dekat dengan Allah SWT. Jadi secara terminologi wali yang bentuk pluralnya 'awliya' adalah orang-orang yang mengetahui Allah dan sifat-sifat-Nya (al-'arif billahi wa sifarihi)yang berjalan dalam ketaatan yang konstan, menghindari kekerasan dan membebaskan pikirannya dari belenggu dan lingkungan kesenangan materi dan nafsu seksual.
Merujuk definisi di atas, jika ada oknum yang mengaku wali namun prilakunya bertentangan dengan ketentuan hukum syariah misalnya, sering mengadu ayam, mengoleksi isteri tanpa tanggung jawab dan pelanggaran Syariah lainnya tentu itu bukan seorang wali namun oknum yang mengaku wali.
KH. Qusyairi Utsman adalah putera pertama KH. Utsman pendiri pondok pesantren al-Utsmani Beddian Jambesari Bondowoso dari isteri ketiga ibu Nyai Hj. Rusana. Memang, sejak kecil sosok KH. Qusyairi Utsman yang populer dengan sebutan Ra Qusyairi itu memang sudah tampil beda dengan saudara-saudaranya lain, pasalnya pada suatu hari Ra Qusyairi di cari oleh ayah (aba)nya untuk mengaji dan sholat berjamaah di masjid, namun beliau tidak kelihatan diantara putera-puteranya yang lain. Sontak saja, ayahnya marah sekali lalu kemudian di cari kemana-kemana akhirnya ketemu bersembunyi di dalam satu tempat. Tanpa pikir panjang sang ayah menyeretnya dan melemparkannya ke kolam. Ternyata, Ra Qusyairi hilang dan membuat sang ayah ketar-ketir takut terjadi sesuatu yang menimpanya. Setelah ditunggu beberapa lama, akhirnya beliau kelihatan dan tidak basah sama sekali. Nah sejak itu, ayahnya tidak terlalu ketat dan disiplin dalam mendidiknya karena beliau di ketahui mempunyai sifat kewalian dalam dirinya.
Sejauh penulis ketahui, beliau jarang pakai baju namun hanya pakai sarung saja, itupun tidak rapi seperti biasanya.
Pada suatu malam sekitar jam dua dini hari, beliau membaca sholawat sesekali memanggil nama Nabi Muhammad SAW sambil tawaf mengelilingi masjid pesantren. Tiba-tiba beliau menghampiri penulis yang sedang belajar di serambi asrama 'Taruna' sebelah selatan masjid,
"Dik, ngakungi obeng? Khuleh nginjema." artinya, Adik, punya uang? saya mau pinjam. Tanyanya. "Abdinah tak ngakungi obeng" artinya, saya tidak punya uang sama sekali. Jawab penulis penuh dengan kekhwatiran. "Oh...sanikah, mak nispah khi Mon tak andik obeng." Artinya, oh begitu, begini ya rasanya kalau tidak punya uang. Tandasnya sambil beranjak pergi dan melanjutkan bacaan sholawat dengan penuh penghayatan.
Padahal memang pada waktu itu, penulis tidak punya uang sama sekali karena terlambat kiriman.
KH. Qusyairi juga yang menggagas pertama kali merayakan Maulid Nabi Muhammad SAW. dengan menyembelih ribuan kambing dan ratusan sapi semuanya di masak dengan menu yang beraneka ragam, beliau sambil memberikan statemen,
" Merayakan hari kelahiran nabi Muhammad SAW harus totalitas". Tandasnya sambil melakukan inspeksi mendadak ke semua dapur agar semua masakan di sajikan untuk perayaan maulid tanpa harus ada sisa.
Subhanallah, animo masyarakat sangat tinggi sekali untuk menghadiri acara tersebut sampai mencapai puluhan ribu undangan yang hadir dari berbagai penjuru kota, kendatipun acaranya di mulai jam satu dini hari selesai jam empat subuh. Setelah selesai sholat subuh berjemaah dilanjutkan dengan tausiah tentang sejarah perjalanan hidup nabi Muhammad SAW mulai lahir sampai wafatnya (Sirah Nabawi).
Sebagaimana sabda nabi Muhammad SAW
"Barangsiapa yang mengagungkan dan merayakan kelahiran ku, maka kelak di hari kiamat aku akan memberikan syafaat kepadanya."
Pada kejadian yang lain, suatu hari beliau membawa mobil keluarga warna kuning di tengah perjalanan kehabisan bensin, tiba-tiba beliau mengambil air dan memasukkan ke Tanki mobil, subhanallah mobil yang ditumpanginya bisa berjalan lagi.
Imam al-Hakim berkata, karakteristik wali diantaranya,
Pertama, dengan melihatnya akan mengingatkan kepada Allah SWT.
Kedua, mempunyai argumentasi yang benar (Haq) sehingga tidak seorangpun yang bisa menunjukkannya.
Ketiga, mempunyai firasat ilahi.
Keempat, mempunyai ilham.
Kelima, barangsiapa yang menyakitinya maka Allah yang akan membalasnya.
Keenam, doanya selalu di ijabah oleh Allah SWT.
Ketujuh, selalu melakukan kebaikan kepada orang lain. Artinya tidak saja menjadi orang baik (Sholih) tetapi juga mempunyai kontribusi kepada orang lain (Sholih sosial).
Penulis mendapatkan informasi dari kandidat doktor Kholid Batsal, ia menuturkan,
"Saya melihat orang tidak pakai baju secara rutin membagi-bagikan beras kepada fakir miskin di masjid agung at-Taqwa Bondowoso, setelah saya tanyakan ternyata beliau adalah KH. Qusyairi Utsman pengasuh pondok pesantren al-Utsmani Beddian Bondowoso." Tandasnya dikediamannya. Setiap panen beliau menyisihkan berapa kwintal beras untuk di bagikan dan disalurkan kepada warga sekitar yang tidak mampu.
Artinya wali Allah SWT itu berbagi kepada orang lain, bukan mengeksploitasi milik orang lain untuk kebutuhan dirinya.
Di samping itu, wali itu acapkali menutupi kesholihannya dengan tidak memakai baju dan berprilaku seperti orang gila, sebagaimana sabda nabi Muhammad SAW ;
" Barangkali orang yang berpakaian rombeng dan Kumal yang di usir-usir di pintu-pintu rumah itu, bila bersumpah dan berdoa kepada Allah SWT Dia segera mengabulkannya." (HR.Muslim)
KH. Qusyairi Utsman, jarang memakai baju dan sering nongkrong di penjual bakso depan pesantren sehingga orang yang tidak mengenalnya menyangka orang gila. Hemat penulis, mungkin tujuannya agar tidak di agung-agungkan oleh orang lain untuk menyembunyikan kewaliannya.
Penulis baru mengerti mengapa KH.Qusyairi Utsman selama ini tidak mau menerima tamu dan menerima sedekah (cabisan) setidaknya ada dua alasan,
Pertama, beliau ingin menyembunyikan ke waliannya, pasalnya setiap ada tamu yang menemuinya beliau langsung menjerit karena bisa melihat aib dan dosanya.
Kedua, tidak mau membebani orang lain dengan memberikan sedekah (cabisan)kepada beliau, pasalnya mereka lebih butuh dari beliau. Berbeda dengan yang lain acapkali cabisan dijadikan mata pencaharian sehari-hari karena tidak punya skill untuk mencari Riski yang lain.
Semoga dengan adanya tulisan sederhana diatas kita mampu menyikapi dengan bijak terhadap orang yang berbeda dengan yang lain bisa jadi orang yang bersangkutan termasuk kekasih Allah SWT (Min awliyaillahi).
Bondowoso, 31 Agustus 2019
Banyak koreksi.
BalasHapusKomentar ini telah dihapus oleh pengarang.
BalasHapusapakah anda telah mendapat izin dari beliau tentang ini? jika tidak. sungguh kurang ajar
BalasHapusSemoga kita semua mndptkn barokahnya amin.....ya rabb, dan semoga beliau selalu sehat wal afiat🤲🤲🤲😔
BalasHapus