Esensi Pengantin dalam Al-Qur'an
Oleh: Dr. Saeful Kurniawan,
S.Pd., M.Pd.I
Pernikahan adalah fitrah manusia.
Keterikatan dua insan yang berbeda yaitu antara laki-laki dan perempuan,
merupakan kebutuhan dasar setiap orang yang bersifat naluriah. Bahkan lebih
dari itu, ia bisa juga menjadi kebutuhan bagi kesempurnaan hidup manusia.
Dalam perspektif Islam,
pernikahan merupakan sunnah nabi Muhammad saw. dan anjuran bagi mereka yang
sudah mampu menjalaninya. Allah SWT. memerintahkan kepada semua orang tua untuk
mendukung dan menghalang-halangi pernikan putera-puterinya, dan jangan terlalu
mempertimbangkan soal properti dan materi calon pasangannya. Namun, pada saat
yang sama Allah SWT. memerintahkan mereka juga yang ingin menikah, akan tetapi
masih belum mempunyai kemampuan material, untuk menahan diri dan memelihara
kesuciannya.
Rasulullah saw. menganjurkan
kalangan millenial untuk menikah dengan syarat telah memiliki kemampuan
"Wahai para pemuda, siapa
diantara kalian yang telah mampu menikah hendaklah menikahlah, karena yang
demikian itu lebih menjaga mata untuk tidak liar dan lebih memelihara kemaluan,
dan siapa yang belum mampu menikah , maka hendaklah ia berpuasa (menahan. diri)
ķarena yang demikian itu benteng
baginya."(HR.Bukhari Muslim melalui 'Alqamah ra.)
Penulis diundang acara pernikahan
di dusun Bedddian dan diberi waktu untuk menyampaikan sekapur sirih kata
sambutan dalam acara tersebut, dan yang bertindak sebagai master of cerimony
ananda Arif billah, S.Pd. dalam prolog tersebut memberikan statemen sebagai
berikut, yaitu:
"Kedua mempelai mengemis doa
barokah para undangan semua, agar menjadi pernikahan ASMARA (assakinah wa
mawaddah wa rahmah)."
Pertama, sakinah adalah
ketenteraman jiwa setelah merajut cinta suci dalam bingkai pernikahan.
Kedua, mawaddah adalah kelapangan
dada dari kekosongan jiwa dari kehendak buruk.
Ketiga, rahmah adalah kondisi
psikologis yang muncul di dalam hati akibat menyaksikan ketidakberdayaan,
sehingga mendorong yang bersangkutan untuk melakukan pemberdayaan (empowering).
Dalam pernikahan tersebut yang
memberikan hikmah pernikahan (religi injektion)
adalah pengasuh pondok pesantren al-Utsmani Beddian KH. Ghazali Utsman,
dalam pidatonya beliau menyampaikan statemennya sebagai berikut:
" Pernikahan itu bisa
dianalogikan seperti bahtera yang berlayar di lautan, awalnya sangat indah
sekali panoramanya yang meliputi hamparan lautan dan pemandangan pegunungan
yang menjulang. Namun, ketika bahtera mulai bergerak menuju lautan lepas, maka
akan diterpa badai gelombang yang tinggi, kabut yang menggumpal, ombak yang
membumbung tinggi. Oleh karena itu, nahkoda perlu strategi jitu dalam
menghadapi segala kemungkinan yang terjadi sehingga bisa sampai ke pulau
harapan dengan selamat."
Artinya, dalam pernikahan itu ada
beberapa fase, pertama fase madu. Semua terasa indah bahkan kentutpun beraroma
bak harumnya nangka.
Kedua fase gula, semuanya terasa
manis namun, tidak semanis madu.
Ketiga fase cuka, semuanya terasa
kecut, apa-apa yang dilakukan oleh keduanya kalau tidak disikapi dengan baik
akan bisa menimbulkan riak-riak perselisihan dan pertengkaran.
Maka dalam konteks tersebut, KH.
Ghazali memberikan beberapa solusi dan altenatif (azimat) agar pernikahannya
menjadi pernikahan yang barokah dan qur'ani.
Pertama, membudaykan membaca
al-qur'an kendatipun hanya satu ayat setiap hari menjelang tidur malam. Hal ini,
sesuai dengan firman Allah SWT.
"Maka bacalah ayat yang
mudah dari al-qur'an."
ini juga diperkuat oleh sabda
nabi Muhammad saw.
"Hiasi rumah kalian dengan
bacaan al-qur'an."
Kedua, senantiasa beristighfar
(minta ampun kepada Allah) agar rumah tangganya diberikan keberkahan oleh
Allah. Sebagaimana firman Allah,
"Dan hendaklah kamu memohon
ampunan kepada Tuhanmu dan bertobat kepada-Nya, niscaya Dia akan memberikan
kenikmatan yang baik kepadamu sampai waktu yang telah ditentukan."(QS.
Hud:3).
Imam as-Suyuthi dalam kitab
tafsirnya al-Bayan halaman 221, yang penulis baca mengatakan, orang yang
senantiasa beristighfar akan diberikan kehidupan yang sempurna didunia sampai
akhir hayatnya.
Diperkuat oleh sabda nabi
Muhammad saw,
"Barangsiapa yang tidak pernah
membasahi bibirnya dengan istighfar dua kali setiap hari, maka ia sungguh sudah
menganiaya (dhalim) kepada dirinya sendiri.
Ketiga, senantiasa membaca
sholawat kepada Nabi Muhammad saw. niscaya kehidupannya akan diberikan
kemudahan oleh Allah SWT. Sebagaimana sabdanya dalam kitab khazitu al-Asrari
yang penulis telaah,
"Barangsiapa yang
memperbanyak sholawat kepadaku, niscaya Allah akan menganugerahi kekayaan
(ghinaa) yang tidak akan pernah jatuh miskin setelahnya."
Jadi, agar senantiasa pernikahan
kita mendapatkan maunah dan inayah serta ridho Allah SWT maka seyogyanya
dibangun atas dasar qur'ani.
Bondowoso, 17 Agustus 2019
Mabruk ya ust. Syaiful
BalasHapusAmin
BalasHapusAminnn...barokallah.
BalasHapus