Kamis, 29 Agustus 2019

Pengantin Al-Qur'an




Esensi Pengantin dalam Al-Qur'an

Oleh: Dr. Saeful Kurniawan, S.Pd., M.Pd.I

Pernikahan adalah fitrah manusia. Keterikatan dua insan yang berbeda yaitu antara laki-laki dan perempuan, merupakan kebutuhan dasar setiap orang yang bersifat naluriah. Bahkan lebih dari itu, ia bisa juga menjadi kebutuhan bagi kesempurnaan hidup manusia.

Dalam perspektif Islam, pernikahan merupakan sunnah nabi Muhammad saw. dan anjuran bagi mereka yang sudah mampu menjalaninya. Allah SWT. memerintahkan kepada semua orang tua untuk mendukung dan menghalang-halangi pernikan putera-puterinya, dan jangan terlalu mempertimbangkan soal properti dan materi calon pasangannya. Namun, pada saat yang sama Allah SWT. memerintahkan mereka juga yang ingin menikah, akan tetapi masih belum mempunyai kemampuan material, untuk menahan diri dan memelihara kesuciannya.

Rasulullah saw. menganjurkan kalangan millenial untuk menikah dengan syarat telah memiliki kemampuan

"Wahai para pemuda, siapa diantara kalian yang telah mampu menikah hendaklah menikahlah, karena yang demikian itu lebih menjaga mata untuk tidak liar dan lebih memelihara kemaluan, dan siapa yang belum mampu menikah , maka hendaklah ia berpuasa (menahan. diri) ķarena yang demikian itu benteng  baginya."(HR.Bukhari Muslim melalui 'Alqamah ra.)

Penulis diundang acara pernikahan di dusun Bedddian dan diberi waktu untuk menyampaikan sekapur sirih kata sambutan dalam acara tersebut, dan yang bertindak sebagai master of cerimony ananda Arif billah, S.Pd. dalam prolog tersebut memberikan statemen sebagai berikut,  yaitu:

"Kedua mempelai mengemis doa barokah para undangan semua, agar menjadi pernikahan ASMARA (assakinah wa mawaddah wa rahmah)."

Pertama, sakinah adalah ketenteraman jiwa setelah merajut cinta suci dalam bingkai pernikahan.

Kedua, mawaddah adalah kelapangan dada dari kekosongan jiwa dari kehendak buruk.

Ketiga, rahmah adalah kondisi psikologis yang muncul di dalam hati akibat menyaksikan ketidakberdayaan, sehingga mendorong yang bersangkutan untuk melakukan pemberdayaan (empowering).





Dalam pernikahan tersebut yang memberikan hikmah pernikahan (religi injektion)  adalah pengasuh pondok pesantren al-Utsmani Beddian KH. Ghazali Utsman, dalam pidatonya beliau menyampaikan statemennya sebagai berikut:

" Pernikahan itu bisa dianalogikan seperti bahtera yang berlayar di lautan, awalnya sangat indah sekali panoramanya yang meliputi hamparan lautan dan pemandangan pegunungan yang menjulang. Namun, ketika bahtera mulai bergerak menuju lautan lepas, maka akan diterpa badai gelombang yang tinggi, kabut yang menggumpal, ombak yang membumbung tinggi. Oleh karena itu, nahkoda perlu strategi jitu dalam menghadapi segala kemungkinan yang terjadi sehingga bisa sampai ke pulau harapan dengan selamat."

Artinya, dalam pernikahan itu ada beberapa fase, pertama fase madu. Semua terasa indah bahkan kentutpun beraroma bak harumnya nangka.
Kedua fase gula, semuanya terasa manis namun, tidak semanis madu.
Ketiga fase cuka, semuanya terasa kecut, apa-apa yang dilakukan oleh keduanya kalau tidak disikapi dengan baik akan bisa menimbulkan riak-riak perselisihan dan pertengkaran.

Maka dalam konteks tersebut, KH. Ghazali memberikan beberapa solusi dan altenatif (azimat) agar pernikahannya menjadi pernikahan yang barokah dan qur'ani.

Pertama, membudaykan membaca al-qur'an kendatipun hanya satu ayat setiap hari menjelang tidur malam. Hal ini, sesuai dengan firman Allah SWT.

"Maka bacalah ayat yang mudah dari al-qur'an."

ini juga diperkuat oleh sabda nabi Muhammad saw.

"Hiasi rumah kalian dengan bacaan al-qur'an."

Kedua, senantiasa beristighfar (minta ampun kepada Allah) agar rumah tangganya diberikan keberkahan oleh Allah. Sebagaimana firman Allah,

"Dan hendaklah kamu memohon ampunan kepada Tuhanmu dan bertobat kepada-Nya, niscaya Dia akan memberikan kenikmatan yang baik kepadamu sampai waktu yang telah ditentukan."(QS. Hud:3).

Imam as-Suyuthi dalam kitab tafsirnya al-Bayan halaman 221, yang penulis baca mengatakan, orang yang senantiasa beristighfar akan diberikan kehidupan yang sempurna didunia sampai akhir hayatnya.

Diperkuat oleh sabda nabi Muhammad saw,

"Barangsiapa yang tidak pernah membasahi bibirnya dengan istighfar dua kali setiap hari, maka ia sungguh sudah menganiaya (dhalim) kepada dirinya sendiri.

Ketiga, senantiasa membaca sholawat kepada Nabi Muhammad saw. niscaya kehidupannya akan diberikan kemudahan oleh Allah SWT. Sebagaimana sabdanya dalam kitab khazitu al-Asrari yang penulis telaah,

"Barangsiapa yang memperbanyak sholawat kepadaku, niscaya Allah akan menganugerahi kekayaan (ghinaa) yang tidak akan pernah jatuh miskin setelahnya."

Jadi, agar senantiasa pernikahan kita mendapatkan maunah dan inayah serta ridho Allah SWT maka seyogyanya dibangun atas dasar qur'ani.

Bondowoso, 17 Agustus 2019

3 komentar:

Esensi Menyambut Tahun Baru Islam

Esensi Menyambut Tahun Baru Islam Oleh: Dr. Muhammad Saeful Kurniawan, S.Pd., M.Pd.I Masa Rasulullah saw Islam hanya memi...