Membangun Keluarga
Unggul, (Family Excellent)
Oleh: Dr. Saeful Kurniawan,
S.Pd., M.Pd.I
Prosesi pernikahan penulis dengan
isteri melalui ta'aruf (perkenalan) yang di mediasi oleh salah seorang teman
yang berlokasi di SDN Pagungan Pujer depan kantor kecamatan. Sebelum proses
ta'aruf dilalukan terlebih dahulu kita mengirim biodata masing-masing dengan
tulisan data yang sangat lengkap sekali. Artinya, pernikahan kami berdua tidak
diawali dengan pacaran atau TTM (teman tapi mesra).
Ketika penulis masih single,
belum berkeinginan menjadi seorang
presiden rumah tangga. Hal terpenting yang tertanam dalam benak penulis bukan
mempertanyakan seperti sosok siapa calon pendamping penulis, tapi yang penulis
pikirkan pertama kali adalah model dan gaya rumah tangga apa yang kita terapkan
dimasa depan.
Melalui kesempatan ini, penulis
mengajak untuk menerapkan sebuah paradigma baru dengan memulai dengan akhir.
Akhir itu adalah harapan dan tujuan dengan istilah dream island (pulau impian).
Dalam pernikahan itu ada beberapa
model yang diterapkan,
Pertama, model rumah tangga gaya
hotel. Tempat transit, ia bukan tempat tinggal untuk menetap dalam waktu yang lama. Penulis punya sahabat
berprofesi kepala sekolah disalah satu pendidikan swasta di Bondowoso yang
sudah menikah. Ia etos kerjanya tinggi sekali pergi jam enam pagi pulang jam
sepuluh malam, artinya rumah hanya sebagai tempat untuk menginap, merebahkan
diri, makan dan pipis di rumah yang populer disebut 3UR: dapur, kasur, dan
sumur. Sehingga isterinya merasa tidak kuat akhirnya ia digugat cerai.
Kedua, model rumah tangga gaya
hospital (rumah sakit) rumah tangga yang dibangun atas dasar politik balas
jaza. Masing-masing merasa lebih, sehingga tidak akan pernah ketemu dan
bersinergi. Suami merasa berjasa kepada isterinya, begitupun sebaliknya.
Penulis punya anggota pengajian
di selatan pasar Wonosari, ia sering pulang kerumahnya karena diusir oleh
isterinya, pasalnya waktu menikah ia tidak membawa rumah. Astaghfirullah.....
Ketiga, model rumah tangga gaya
pasar. Di pasar ada penjual dan pembeli. Pembeli ingin membeli barang semurah
mungkin dan penjual ingin menjual barang semahal mungkin. Sipembeli berkata:
"Pokoknya harganya
sekian." tawarnya. Sementara si penjual berkata:
"Pokonya harganya sekian.Mau
silahkan, tidak mau tidak apa-apa." tandasnya. Dua-duanya pakai kata pokok. Susah. Tidak ada
koma, masing-masing menggunakan titik.
Begitupun dalam rumah tangga, kalau suami
mengatakan pokoknya dan isteri menggunakan kata pokoknya, dua-duanya tidak
memakai koma, masing-masing pakai titik, maka tidak akan ada lagi kesepakatan.
Penulis punya tetangga di Koncer
Kidul, keduanya nyaris terjadi perceraian permanen. Perceraian pertama dipicu
masalah sepele sebetulnya, namun dua-duanya pakai titik, akhirnya berakhir
perceraian di pengadilan agama, kendatipun keduanya sudah rujuk kembali.
Keempat, model rumah tangga gaya
Grave (kuburan).Suasana kuburan biasanya sunyi mencekam, senyap tidak ada
suara. Begitupun rumah tangga, sudah puluhan tahun menikah tidak pernah
komunikasi, tidak pernah ada kata-kata. Suami isteri tidak pernak bertegur
sapa. No communication, no words.
Penulis punya sahabat di Tegal
Pasir bertahun-tahun keduanya menikah tidak ada komunikasi dan canda tawa.
Sehingga ketika ada persoalan keluarga penulis yang diminta oleh keluarga
besarnya untuk menjadi mediator agar rujuk kembali. Alhamdulillah, penulis
sudah dua kali mengishlahkan keduanya yang nyaris dua kali akan terjadi
perceraian karena keduanya sudah dua kali pisah ranjang.
Kelima, model rumah tangga gaya
sekolah (school). Model ini ditandai dengan 3A. Asah, asih, asuh.
Penulis sangat beruntung sekali
punya iateri yang sangat mendukung terhadap pendidikan dan karir penulis.
Bagaimana tidak? ia bertahun-tahun sabar dan mendukung penulis untuk lanjut
studi mulai dari strata satu (S1) di Universitas Wisnuwardhana (UNIDHA) Malang,
strata dua (S2) di pascasarjana Universitas Ibrahimy (UNIB) Sukorejo, dan
strata tiga (S3) program doktor di pascasarjana Universitas Islam Negeri
Maulana Malik Ibrahim (UIN Maliki) Malang. Kurang lebih 10 tahun ia sering
ditinggal untuk kuliah di luar kota dan iapun rela jatah belanjanya dikurangi
untuk biaya kuliah untuk meraih masa depan yang cemerlang.
Penulis sangat beruntung sekali
punya isteri karena ia bisa jadi partner dalam penulisan Disertasi sehingga
selesai. Sehingga dalam keluarga kami tidak ada istilah DKI (Di Bawah Ketiak
Isteri) atau ISTI (Ikatan Suami Takut Isteri).
Penulis berusaha mengadakan
program rihlah keluarga agar terjadi komunikasi yang saling asah, asih, dan
asuh sehingga terjadi pertukaran
wawasan, sharing knowledge, dan sharing experience.
Dan keenam, model rumah tangga
gaya masjid. Karena masjid model rumah tangga asmara (sakinah mawaddah
warahmah). Untuk menjadi model rumah tangga gaya masjid, ada empat hal yang
harus diperhatikan,
Pertama, ketulusan (sincerity).
keluarga yang dibangun atas dasar ketulusan.
Kedua, Imam dan makmum. Alangkah
indahnya jika suami bertindak menjadi imam dan isteri serta anak-anaknya
menjadi makmum saling membangun ritme kebersamaan.
Ketiga, loyalitas. Kesetian
mutlak harus dimiliki oleh keduanya untuk memperoleh keluarga asmara.
Keempat, sholat diakhiri dengan
salam. Ucapan "Assalamu'alaikum" adalah menebarkan kedamaian,
ketenangan dan keselamatan.
Kesimpulan dari tulisan diatas,
untuk menjadi keluarga unggul, pertama tentukan akhir dalam rumah tangga Anda.
Tentukan model rumah tangga Anda. Bangun komitmen bersama untuk meraih keluarga
unggul. Seperti yang disabdakan Nabi Muhammad saw.:
" Barangsiapa yang hari ini
lebih baik dari yang terdahulu, maka ia termasuk orang sukses."
Saya yakin Anda ingin sukses,
saya pun juga ingin sukses. Untuk menjadi sukses, mari kita sama-sama belajar
untuk mengevaluasi diri agar hari ini lebih baik daripada hari kemarin.
Bondowoso, 15 Agustus 2019.
Alhamdulillah cermin keluarga sakinah mawadah warohmah
BalasHapusMantaap ust kreasinya...
BalasHapus