Korelasi Jihad Dengan
Pendidikan
Ada beberapa pandangan mengenai
tentang Jihad. Beragam pandangan dalam memaknai sejatinya jihad. Ada sebagian
kelompok yang salah mengartikan Jihad. Ini mungkin disebabkan oleh
seringkalinya kata itu terucapkan pada saat terjadinya kontak senjata sehingga
hal-hal yang bersifat tindakan fisik dianggap Jihad. Kesalahan tersebut
disuburkan dengan adanya terjemahan keliru terhadap ayat al-Qur'an, menyinggung
topik jihad, dengan kata anfus dan harta benda.
Kata anfus seringkali
diterjemahkab dengan "jiwa". Terjemahan al-Quran oleh Departemen Agama diartikan demikian,
misalnya QS.8:72;49:15, walaupun ada juga yang menterjemahkan dengan
"diri" (QS.9:88).
Ada sekitar 40 kali kata jihad
disebut dalam al-Quran dengan beragam bentuknya.
Sejatinya, makna jihad itu
bermuara pada "mencurahkan segala power diri" atau "menanggung
pengorbanan."
Mujahid adalah orang yang
mencurahkan seluruh kemampuannya dan berkorban dengan nyawa atau tenaganya,
pikiran, emosi, kesungguhan, obsesi tinggi, dan apa saja yang mampu
menghantarkan diri manusia kejenjang yang ia inginkan.
Sementara jihad adalah cara untuk
mencapai tujuan. Jihad tidak mengenal, pesimis, penakut, lesu, dan menunggu
uluran tangan orang lain (pemerintah).
Penulis mencoba berjihad melalui jalan pendidikan sampai
tuntas. Pasalnya, penulis dalam menempuh penyelesaian doktornya banyak aral yang
melintang untuk menggagalkannya, mulai dari cemoohan orang sekitar yang tidak
punya nyali untuk menempuh studi lanjutan, terbatasnya finansial, dan ancaman
maut karena setiap malam sabtu penulis
berangkat ke pasca sarjana UIN Malang naik bus yang sewaktu-waktu nyaris
terjadi kecelakaan lalin (lalu-lintas).
Beragam jihad bisa dilakukan,
misalnya para akademisi melanjutkan studi pendidikannya sampai selesai sehingga
ilmunya bisa mengalir deras kepada orang yang membutuhkannya.
Sementara buah jihad karyawan
adalah pelayanannya terbaik (customer cervis), guru pendidikannya yang
sempurna, pemimpin (leaders) adalah ketegasan dan keadilannya, enterpreneur
adalah kejujurannya, demikian seterusnya.
Indonesia sebelum merdeka, boleh
jadi jihad berupa terenggut nyawanya.
Namun sekarang, sejatinya bukan ikut berperang di negara lain, misalnya ikut
berperang di Iraq, Suriah, Yaman dan negara-negara konflik lainnya akan tetapi
jihad harus membuahkan terpeliharanya jiwa, mewujudkan kemanusiaan yang adil
dan beradab, dan membangun SDM yang melalui pendidikan sehingga mampu
menyongsong dan bersaing di era revolusi industri 4.0.
Seperti halnya firman Allah SWT.,
"Apakah kamu menduka akan
masuk Surga, padahal belum nyata bagi Allah orang-orang berjihad diantara kamu,
dan belum nyata pula yang tabah?..." (QS.3.142).
Semoga beliau di anugerahi
panjang umur yang barokah karena kita masih butuh nasehat dan petuahnya yang
dituangkan dalam karya fenomenalnya di era revolusi industri 4.0.
Dr. Saeful Kurniawan, M.Pd 2 Agustus 2019
Mantap pak doktor
BalasHapus