Kamis, 08 Agustus 2019

Belajar Dari Bapak Sugeng Yang Tangguh


Belajar Dari Bapak Sugeng Yang Tangguh

Seusai membeli asesoris mobil di Situbondo, penulis mampir di warung lecil samping Jembatan untuk sekedar mengganjal perut yang sudah mulai keroncongan, menariknya lagi warung tersebut menjual kue tradisional khas makan masyarakat Bondowoso namanya "luk khuluk". Luk khuluk ini terbuat dari ketela yang ditumbuk halus dan didalamnya diisi dengan gula aren yang buat bulat. Sungguh kue tersebut menggoda selera, pasalnya penulis sangat doyan sekali waktu mondok di pesantren al-Utsmani karena hematisasi sebagai ganti dari makan nasi.

Tidak seberapa lama, datanglah seorang laki-laki yang sudah renta sekali kisaran umur 90 tahunan. Ia kelihatannya sangat lapar sekali kendatipun ditahan karena tidak memiliki cukup uang.

Penulis mencoba menyapa dan mendekatinya sembari bertanya,

"Embah ini dari mana?tanyaku. "Dari Banyuangi" jawabnya singkat.

Akhirnya, kita mengobrol lama sekali mengenai sejarah hidupnya dan anak-anaknya.

Singkat cerita, ia pernah menikah dengan seorang perempuan dan dikarunia tiga orang anak setelah isterinya meninggal dunia saat persalinan anak yang nomer tiga.

Menjelang beberapa tahun kemudian, ia menikah lagi dengan seorang perempuan dan dikarunia satu orang anak lagi namun, lagi-lagi pasca persalinannya isteri yang nomer dua meninggal dunia juga.

Selama ia ditinggal mati oleh kedua isterinya, ia yang bertindak sebagai ayah sekaligus ibu untuk mengasuh keempat anak-anaknya.

Beberapa tahun kemudian, anak-anaknya ada yang sudah menikah dapat jodoh orang Sulawesi, Bali, Banyuangi dan Chiret Cermee Bondowoso. Puteri bungsunya itu mendapatkan suami dari Bondowoso yang berprofesi sengai guru Pegawai Negeri Sipil (PNS).

Kendati demikian, ia tidak mau tinggal dirumah anak-anaknya, alasan simpel sekali...Ia tidak mau membebani anak-anaknya apalagi sembako mulai beranjak naik.

Subhanallah, sungguh sosok ayah yang HEBAT sekali, kenapa demikian? coba bayangkan ia sudah ringkih, sakit-sakitan dan menempati gubuk kecil dipinggir jalan milik orang lain.

Penulis menawarkan diri,

"monggo silahkan bapak! mau pesan apa?" tanyaku lagi.

"saya belikan nasi saja, soalnya saya mulai kemarin belum makan." tuturnya.

"Ibu, tolong mbah ini, berikan nasi biar saya yang bayar". Bilangnya penulis kepada ibu yang punya warung tersebut.

Ternyata, setelah penulis korek lebih dalam lagi ia jarang makan, karena ia tidak ingin membebani anak-anaknya.

Hikmah dari cerita diatas, kita sebagai anak harus tahu betul terhadap kebutuhan orang tua kita, acapkali mereka menyembunyikan kebutuhannya karena ia tidak ingin dan malu untuk memberitahukan kepada kita selaku anak-anaknya.

Oleh karena itu, jika kita ingin diperlakukan baik oleh anak-anak kita dimasa depan maka, perlakukan anak-anak kita dengan baik mulai dari sekarang.

Pepatah madura mengatakan,

"Bhendeih, jhe' kabhendeh...."

Artinya, anak kita berikan modal uang untuk mencari ilmu setinggi mungkin, bukan dieksploitasi tenaganya untuk mencari uang demi memenuhi kepentingan kita selaku orang tua.

Dr. Saeful Kurniawan, M.Pd.I 08 Agustus 2019

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Esensi Menyambut Tahun Baru Islam

Esensi Menyambut Tahun Baru Islam Oleh: Dr. Muhammad Saeful Kurniawan, S.Pd., M.Pd.I Masa Rasulullah saw Islam hanya memi...