Selasa, 23 Juli 2019

Takdir Tuhan


Menjadi Kambing Hitam

Ada hal buruk dari perbuatan kita, ketika mendapatkan suatu yang tidak menyenangkan, musibah, kecelakaan, peperangan dan kehancuran sebuah negara maka kita buru-buru mengeluarkan statemen ini Takdir Tuhan. Sebaliknya, ketika kita mengalami keberuntungan, keberhasilan, kejayaan, kesuksesan, kemapanan, dan meraih kebahagiaan maka juga kita buru-buru membuat fatwa ini adalah hasil jerih payahku, usahaku, kerja kerasku, dan kerajinanku. Padahal, hal ini tidak sejalan dengan firman Allah SWT. 

"Apa saja nikmat yang kamu peroleh adalah dari Allah, dan apa saja bencana yang menimpamu maka itu dari (kesalahan) dirimu sendiri. (QS. 4:79).

Benar, kita semua tidak bisa lepas dari Takdir Tuhan. Tetapi takdirnya tidak hanya satu. Kita diberi kemampuan memilih dan memilah pelbagai takdir Tuhan. Hancurnya sebuah negara dan kacaunya sebuah bangsa di pelbagai belahan dunia, khususnya porak-porandanya negara-negara timur tengah yang notabenenya negara islam adalah sebuah pilihan rakyatnya. Bukankah Pergolakan dan pertikaian diantara umat Islam memang takdir-takdir Tuhan, berdasarkan hukum kausalitas yang sudah ditetapkan-Nya. Sehingga jika umat Islam tidak mawasdiri dan mencoba mengantisipasinya sejak dini darinya, otomatis ia akan menerima konsekwensinya. Tetapi, jika umat Islam bersatu padu dan membangun ukhuwwah Islamiyah, mereka akan menerima implikasi positifnya, itupun juga Takdir Tuhan. Takdir yang bisa berubah sewaktu-waktu tergantung pilihan kita masing-masing, yang disebut dengan Takdir Mu'allaq, yaitu Takdir Tuhan yang masih menunggu upaya dan usaha maksimal kita. 

Dalam kitab al-Dasuqi disebutkan Takdir ada dua macam. Pertama, Takdir Mu'allaq yaitu Takdir Tuhan yang masih menunggu upaya dan usaha maksimal kita. Kedua, Takdir Mubram yaitu Takdir yang menjadi hak preogatif Tuhan sendiri, yang sama sekali tidak ada interfensi usaha manusia. 

Kita mau menjadi orang baik, orang sukses, orang kaya, orang berilmu, dan orang hebat lainnya itu pilihan kita, tergantung upaya dan usaha maksimal kita. Namun, kita terlahir dari rahim ibu kedunia, berjenis kelamin perempuan atau laki-laki, hitam atau putih itu semua menjadi hak preogatif Tuhan yang berada diluar khasanah keilmuan manusia.

Jadi,  adanya dunia ini memang menjadi Takdir Mubram-Nya, namun kekacauan dan kehancuran dunia saat ini yang menimpa negara-negara Islam itu menjadi pilihan kita yang masih berada diwilayah Takdir Mu'allaq-Nya.

Pada suatu kesempatan, penulis berdialog dengan salah satu tokoh Eskatologi dunia perwakilan di Asea yang berada di negara Singapura yaitu Dr. Ust. Hasballah. Dalam kesempatan itu penulis mencoba mengangkat topik fenomena timur tengah yang luluh-lantak karena perang saudara yang tiada berkesudahan. 

"Sejatinya peperangan yang terjadi di Suriah, Yaman, Baghdad, Tunisia dan negara timur tengan lainnya bukan perangnya orang muslim tapi perangnya negara Iran dan sekutunya (Rusia, China dll.) melawan (versus) Saudi Arabia dan sekutunya (Israel, Amerika dan negara-negara NATO lainya). Bagaimana sikap Anda terhadap peristiwa mengerikan ini yang susah makan jutaan korban jiwa dari saudara-saudara kita sesama muslimnya?" tanya penulis. Dr. Ust. Hasballah menberikan statemen, "Itu memang sudah Takdir Tuhan." imbuhnya, dengan wajah dan mimik pesimis dan kurang meyakinkan. 

Hemat penulis, perang memang Takdir Tuhan, tapi perang juga bisa dicegah dan dihindari sesuai kesungguhan kita sebagai umat islam yang satu.

Kita sadari bahwa mereka yang gugur dimedan perang telah menemui Tuhan dan telah benar-benar memenuhi panggilan-Nya.

"Hai jiwa yang tenang, kembalilah kepada Tuhanmu dengan hati yang puas lagi di rudhai-Nya, maka masuklah kedalam jamaah hamba-hamba-Ku dan masuklah kedalam surga-Ku (QS.89:27-30).

Walau al-Quran menamakan sebuah kematian  dengan musibah (QS.47:20), namun itu perspektif sangkaan manusia yang ditinggal wafat keluarga, tidak demikian menurut pandangan orang yang meninggal kematian dianggap suatu keniscayaan dan rangkaian anugerah ilahi yang tidak terbayangkan (lihat QS: 2:28). Mengapa begitu, karena kematian merupakan jalan satu-satunya menuju kenikmatan hakiki dan abadi.

Seperti halnya nasehat KH.Maksum, 
"Kita semuanya akan mati. Daripada mati diatas kasur lebih baik mati di medan tempur". Ungkapnya, saat memberikan tausiah dimasjid Istilal Jakarta yang ditayangkan live oleh tvone tahun kemarin.

Dalam kehidupan kita ini, bagaikan telur belum menetas. Kesempurnaan anak ayam jika sudah meninggalkan dunia telur. Begitu juga manusia, kesempurnaan kehidupnya hanya bisa gapai dengan meninggalkan dunia, yaitu alam kematian atau alam akhirat tempat abadi.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Esensi Menyambut Tahun Baru Islam

Esensi Menyambut Tahun Baru Islam Oleh: Dr. Muhammad Saeful Kurniawan, S.Pd., M.Pd.I Masa Rasulullah saw Islam hanya memi...