Sabtu, 13 Juli 2019

KH. Abdul Hamid Utsman, Sang Guru Teladan


KH. Abdul Hamid Utsman, Sang Guru Teladan

PENDAHULUAN

Guru (dalam bahasa Jawa) adalah sosok pribadi yang harus digugu dan ditiru. Harus digugu maksudnya semua yang anjuran dan titahnya senantiasa dipercaya dan diyakini kebenarannya sekalipun beliaunya sudah tiada. Segala ilmu pengetahuan yang datangnya dari sang guru dijadikan sebagai kebenaran yang tidak perlu dibuktikan dan diteliti secara ilmiah dan akademik. Sosok pribadi guru juga harus ditiru, maksudnya sang guru menjadi role model bagi santri-santrinya. Mulai dari mind set, berbicara, bersikap dan berprilaku sehari-hari. Seorang sosok pribadi KH.Abdul Hamid Utsman bagi penulis adalah tidak hanya sosok guru yang mengajar ilmu akademik tapi juga sebagai murabbi al-ruh atau pembimbing jiwa yang memiliki peran yang luar biasa dominannya bagi diri penulis dalam mengarungi kerasnya kehidupan di masa depan. Pasalnya, ketiga sudah wafat beliau masih membimbing penulis untuk mengambil sikap yang benar dalam persimpangan pilihan. Penulis pernah mengalami kebingungan dalam mengambil keputusan  ketika ada dua sosok guru ngaji yang saling menyalahkan dan saling menuding antara satu dengan yang lain. Ditengah kebingungan itu beliu hadir dalam mimpi." Saiful, ada apa kok sepertinya kamu kebingungan?spontanitas saya bercerita mulai dari a sampai z.Beliau berkata, "al-khothir....al-khothir....al-khothir...." diulang sampai tiga kali oleh beliau. Seketika itu penulis terbangun dari tidur dan langsung menuju rak buku mencari kamus al-Kautsar. Disana ternyata arti al-khothir adalah kata hati. Itu artinya penulis harus benar-benar menata hati agar tidak salah memberikan keputusan atau statemen atas apa yang terjadi diantara dua guru ngaji penulis.

PEMBAHASAN

Hemat penulis sosok KH.Abdul Hamid Utsman sebagai agen pembelajaran dizamannya dan menerapkan metode 4 kompetensi dasar sebagai guru teladan.

Pertama, kompetensi pedagogik, beliau mampu mengelola pembelajaran kepada santrinya dengan model dialogis. Pernah beliau mengajar kitab "risalahtu al-mu'awanah" dan menyuruh penulis membaca kitab tersebut. Ada satu kalimat yang menurut beliau kurang benar dalam perspektip ilmu gramatika arab, namun penulis tetap bersikukuh dengan bacaanya yang disertai argumentasi ilmiah. Subhanallah,bukannya marah malah beliau tersenyum. 

Kedua, Kompetensi kepribadian beliau mempunyai kemampuan kepribadian yang mantap, arif, dan bijaksana. Pernah suatu ketika penulis ditunjuk menjadi ketua umum panitia haflah imtihan dan penulis diutus untuk mengundang muballigh di salah satu pesantren mendapatkan mandat dan kepercayaan tersebut penulis langsung bergegas melaksanakan amanah tersebut.Namun, setelah undangan diserahkan kepada muballigh yg sudah direkomendasikan oleh forum rapat panitia, tiba-tiba ada salah keluarga besar yang tidak menyetujuinya dan meminta agar undangan tersebut dibatalkan. Namun, ketika penulis menyampaikan kronologis pembatalannya kepada KH.Abdul Hamid Utsman beliau dengan tegas dan bijak berkata kepada penulis:" Jangan sampai undangan yang sudah disampaikan kepada muballigh dibatalkan, ikuti regulasi dan sistem keputusan organisasi kepanitian, kalau tidak itu artinya sama halnya akan mempermalukan pondok pesantren."

Ketiga,kompetensi profesional. Beliau mampu menguasai materi kitab yang diajarkan. Penulis pernah mengaji kitab "tafsir Jalalain" beliau tidak hanya lihai dari segi tekatulitas saja namu beliau juga mampu mengkorelasikan dengan keadaan yang kekinian (kontektual) yang masih relevan dan koheren dengan konseptual program pendidikan pesantren salafiyah.

Keempat, Kompetensi sosial,beliau mempunyai kemampuan interaksi sosial yang baik dan mudah diterima oleh masyarakat. Penulis pernah diajak beliau mengisi pengajian rutin setiap malam jum'at manis di desa Sukowono Pujer. Penyampaian beliau sedikit tapi padat dan penuh makna sehingga nasehat-nasehat beliau sangat dirindukan oleh masyarakat karena petuah-petuahnya sarat dengan tuntunan bukan tontonan. Nasehatnya penuh dengan rangkulan bukan pukulan.

KESIMPULAN

Oleh karena itu, kita semua tidak hanya butuh pengajaran saja tapi juga perlu pendidikan dari guru yang menjadi sosok pemelihara jiwa. Guru agama harus memiliki kualifikasi akademik dan non akademik. Guru masa depan harus menjadi guru yang mempunyai seperangkat pengetahuan, keterampilan (live skill) dan prilaku yang harus dimiliki, dihayati, dikuasai sebagai mana guru tauladan kita alm.KH.Abdul Hamid Utsman pengasuh kedua Pondok Pesantren al-Utsmani Beddian Jambesari Bondowoso.

Dr. Saeful Kurniawan, M.Pd.I 14 Juli 2019

1 komentar:

Esensi Menyambut Tahun Baru Islam

Esensi Menyambut Tahun Baru Islam Oleh: Dr. Muhammad Saeful Kurniawan, S.Pd., M.Pd.I Masa Rasulullah saw Islam hanya memi...