Kekeliruan Berfikir
PENDAHULUAN
Kekeliruan berfikir itu seringkali menyebabkan depresi, ketakutan, fanatik buta, kegenitan ilmiah, dan berbagai gangguan kejiwaan lainnya.
Didalam al-qur'an, kekeliruan berfikir disebut dengan "dzan" yang diterjemahkan buruk sangka (negatif thingking). Allah Berfirman, " Jahui banyak berprasangka buruk. Sebab ada dosa terselip disana. Pula jangan senang mencari-cari dan membicarakan keburukan sesama. Bukankah kamu tidak suka memakan daging saudaramu sendiri yang sudah tiada?bertakwalah kepada Allah yang Maha Penerima Taubat dan Maha Penyayang." ( al-Hujuraat:12)
Kekeliruan dan kerusakan berfikir bisa disebabkan pertengkaran. Jadi korban pertama dari pertengkaran adalah pola pikir (mind set).Segala kesalahan sebelumnya terpendam menjadi memcuat. Masing-masing pihak saling memojokkan dengan argumentasi yang menurutnya paling benar. Jika pola pikirnya rusak maka semua maka pandangan orang lain semuanya salah. Ada teman penulis yang baru meyakini eskatologi, ia selalu mengambil momentum untuk memasukkan keyakinannya dengan argumentasinya sehingga menggiring pendapat orang lain untuk dibenturkan dengan tafsiran al-quran yang diyakini selama ini. Hemat penulis ketika mencuplik sebuah ayat maka berpotensi beragam tafsir tergantung khazanah keilmuan kita masing-masing.
PEMBAHASAN
Kekeliruan berfikir bisa terjadi dengan empat faktor.
Pertama, self blame (menyalahkan diri). Contohnya penulis punya dua adik kandung yang meninggal sehingga membuat orang tua terutama ibu menangis histeris karena tidak segera membawa ke RSUD Bondowoso. Ia merasa terpukul dan merasa bahwa kematian adik saya disebabkan kelalaiannya.
Kedua, over generalization contohnya penulis punya tetangga yang punya anak sekolah dasar. Anaknya hemat penulis masih terbilang pintar hanya saja ia lemah dalam mata pelajaran matematika. Pada suatu hari ibunya diundang kesekolah untuk mengambil raport awalnya ibunya tersenyum bahagia melihat mata pelajaran bagus. Namun ketika pandangannya mengarah pada mata pelajaran matematika raut wajahnya sudah mulai berubah karena menahan emosi sambil berkata," dasar bodoh" tegurnya. Padahal, kesalahan yang dilakukan anaknya hanya satu mata pelajaran saja yaitu nilai matematikanya jelek, namu disebut bodoh untuk keseluruhan mata pelajaran.
Ketiga, filtering yaitu menyaring beragam beragam informasi yang sampai kepada kita, lalu hanya memilih bagian yang dianggap sesuai dengan kecenderungan kita. Penulis punya pasien di Klabang, ia dituduh mencuri kambing tetangganya padahal ia tidak mencurinya. Singkat cerita karena merasa dicurigai otomatis ia bersikap lain kepada tetangga tersebut. Dengan sikap itu justru menguatkan tuduhan pencurian itu tadi. Akhirnya saling melapor kepada pihak berwajib dan sampai di meja hijau. Ternyata usut punya usut kambing tetangganya tidak hilang melainkan hanya terjebak di jurang selama beberapa hari akhirmya berhasil ditemukan lagi.
Keempat, mind reading, membaca pikiran orang yang berisi ejekan kepada kita padahal hanya dugaan.
Kemarin penulis ada tetangga asal Palembang bertandan kerumah meminta doa agar anaknya pintar dan berbuat baik kepada kedua orang tuanya. Ibu tersebut merasa canggung berhadapan dan berbicara dengan penulis karena menurut penilaiannya penulis adalah seorang ustadz dan akademisi yang bersikap dingin dan acuh tak acuh kepada orang lain. "Ibu, kenapa bersikap canggung dan takut kepada saya" tanya penulis." Saya takut ust, karena menurut saya pribadi seorang yang pintar agama itu saklek dan serius" jawabnya. Artinya ia mengambil kesimpulan sendiri untuk menilai orang lain terutama kepada sosok pribadi yang dianggap alim. Perasaannya, orang alim itu pribadi yang serius dan selalu marah.
KESIMPULAN
Al-quran sudah menegaskan, jauhi zhann, kerusakan betfikir. Jika, terhadap suatu peristiwa kita menyalahkan diri dan meyudutkam orang lain segera bantah dari dalam jiwa kita sendiri, agar tetap terkendali.
Jika kita berprasangka baik kepada orang lain dan teman-teman kita yang berbeda pendapat dan pendapatan dengan kita maka Allah SWT akan memberikan kebaikan dan ketenangan (sukun). Sebaliknya, jika dibenak kita dipenuhi prasangka buruk, selalu menyalahkan keyakinan orang lain dan menganggap pendapat kita yang paling benar (the best) seakan-akan kita mendapat kaplingan dan warisan Surga dari Tuhan maka kesempitan jiwa yang akan kita dapatkan, semua yang terlihat akan tampak salah.
Dr. Saeful Kurniawan, M.Pd. I 18 Juli 2019
Tidak ada komentar:
Posting Komentar